Beberapa malam yang lalu, setelah maghrib, dua anak laki-laki saya minta diantar memotong rambut ke sebuah pangkalan tukang cukur. Lokasi pangkalan itu persis di seberang jalan sebuah lokasi bekas pasar kecamatan.
Lokasi bekas pasar itu tampak ramai. Suasana itu memang sudah berlangsung sejak beberapa malam terakhir. Malam sebelumnya saat saya melintas, pasar malam itu sudah tampak semarak. Orang-orang di tempat saya menyebutnya dengan rona-rona. Entah bagaimana penggunaan istilah rona-rona itu dipilih.
Saat dicukur si Bungsu terus menolehkan kepalanya ke arah lokasi bekas pasar. Kepalanya tidak berhenti menengok keramaian dan gemerlap lampu.
Ulahnya membuat tukang cukur kuwalahan karena kepala bocah enam tahunan itu tidak bisa diam. Dia terus menengok ke arah pasar malam di seberang jalan. Saya terpaksa ikut membujuk dan mengamankan proses pemotongan rambut.
Dari pangkalan tukang cukur terlihat pengunjung lalu lalang di arena pasar malam. Dua tiga balita di bawah pengawasan orang tuanya tampak memegang setir mobil mainan bertenaga listrik. Dengan senyum bahagia anak-anak terlihat menikmati gerakan mobil yang terus menerus bergerak memutar.
Di sisi terjauh dari pangkalan dalam arena pasar malam berdiri sebuah bianglala, salah satu wahana permainan berupa kincir raksasa yang dirias dengan gemerlap lampu berwarna-warni. Kincir super jumbo itu berputar perlahan membawa anak-anak yang didampingi orang tuanya. Mereka duduk dalam ayunan yang bergayut pada bianglala. Benda berbentuk roda itu biasanya menjadi daya tarik utama sekaligus ikon hiburan pasar malam. Mungkin karena ukurannya yang besar dan paling tinggi.
Anak saya, dua laki-laki adik beradik, selesai dicukur. Si bungsu merajuk untuk masuk arena pasar makam. Mau tidak mau, saya harus menuruti keinginannya. Anak seusia itu biasanya masih berada pada fase perkembangan yang sulit berkompromi.
Setelah membayar jasa cukur, saya mengambil sepeda motor dan memecut kuda besi tua itu menyeberang jalan menuju arena pasar malam.
Suasana malam tergolong ramai. Kendaraan dan pengunjung yang berjalan kaki lalu lalang memasuki arena. Sepasang suami istri di atas roda dua terlihat membawa anaknya menuju pintu masuk. Seorang pengendara yang ternyata tetangga saya menyapa saya saat berpapasan di antara keramaian. Sejumlah remaja putri dengan handphone di tangan bergerombol berjalan di di area diparkir.
Di pintu masuk saya dicegat petugas parkir (mungkin liar). Dia mengeluarkan dua kartu nomor parkir. Satu kartu diberikan kepada saya. Kartu lainnya diselipkan pada batok stang motor usang saya.