Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Selamat Hari Pendidikan Nasional (Napak Tilas Singkat Sejarah)

2 Mei 2023   23:46 Diperbarui: 3 Mei 2023   00:13 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar https://www.twibbonize.com/03hardiknas2023?step=3

Hari Selasa, 02 Mei 2023, merupakan hari pertama masuk sekolah setelah libur Idul Fitri 1444 H. Ada semangat dan kegembiraan baru saat memasuki gerbang sekolah. Ada kerinduan para guru pada keriangan anak-anak. Ada keinginan kuat untuk melihat tingkah lucu dan polah menggemaskan bocah-bocah tanpa dosa.

Hari pertama masuk sekolah, kondisi halaman sekolah semrawut. Sampah organik berserakan di sana sini. Selama liburan dedaunan kering dan ranting pohon mangga luruh diterpa angin atau gugur sendiri karena kering. Kondisi itu membuat anak-anak dan guru bahu membahu membersihkan lingkungan sekolah.

Hari pertama masuk sekolah bertepatan dengan salah satu hari bersejarah nasional, Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Ritual peringatan Hardiknas umumnya dilakukan dengan upacara bendera. Ini menjadi semacam ritual wajib di sekolah.

Peringatan Hardiknas bertujuan, salah satunya, untuk melakukan napak tilas dan merenungkan kembali sejarah perjuangan bangsa melalui jalur pendidikan. 

Sejarah itu tidak lepas dari sepak terjang seorang tokoh satu-satunya yang diberikan legitimasi memiliki peran sentral dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Dia adalah Ki Hajar Dewantara. 

Tokoh yang terlahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat itu konon memiliki cita-cita menjadi dokter. Itu sebabnya tokoh yang berasal dari keluarga ningrat Keraton Yogyakarta itu masuk sekolah dokter, STOVIA. Karena kecerdasannya Suwardi mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Kolonial Belanda. Sayang, karena sakit-sakitan Suwardi tidak dapat menyelesaikan sekolah sehingga tidak naik kelas dan dikeluarkan dari sekolah.

Sebenarnya ada alasan lain yang lebih mendasar mengapa Suwardi keluar dari STOVIA. Suparto (2012) dalam bukunya berjudul Biografi Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa Suwardi dikeluarkan dari STOVIA karena mendeklamasikan sebuah puisi tentang semangat perjuangan Ali Basah Sentot Prawirodirjo dalam sebuah acara. Aksi Suwardi dianggap membuat agitasi pemberontakan terhadap pemerintah Belanda. Beasiswa Suwardipun dicabut dan dia sendiri dikeluarkan dari STOVIA.

Soerwardi dibesarkan dalam fase sejarah kehidupan sosial politik yang bernuansa tekanan kolonial. Kondisi ini membuat jiwa Suwardi bergolak menentang ketidakadilan dan penindasan.

Keluar dari STOVIA, Suwardi bekerja sebagai jurnalis pada beberapa surat kabar. Melalui tulisan dia berjuang melawan kekuatan tirani kolonial dengan melakukan pencerahan kepada masyarakat. Suwardi menuangkan ide kebebasan dan kemerdekaan melalui tulisan. 

Di samping sebagai jurnalis Suwardi juga aktif dalam kegiatan sosial, politik, dan kebudayaan. Suwardi pula yang mencetuskan ide Kebudayaan Nasional sebagai sari-sari dari kebudayaan daerah yang tersebar di Nusantara kala itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun