Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi Pekerja Migran, Pilihan Terakhir Anak-anak Muda di Kampung

1 Oktober 2022   23:32 Diperbarui: 6 Oktober 2022   10:00 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para calon pekerja migran meninggalkan keluarga karena kehidupan di kampung halamannya hampir tidak tersedia ruang untuk mempertahankan hidup (Diolah dari Canva)

Pekerja resmi biasanya melalui jalur jawatan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Mereka masuk dengan prosedur resmi. Ada pula yang masuk dengan menggunakan paspor dan visa wisata atau, mereka menyebutnya paspor pelancong.

Sebelum masuk "pekerja pelancong" ini biasanya telah dipastikan oleh para tekong/calo untuk bekerja pada perusahaan yang bersedia menampung pekerja ilegal.

Menurut mereka, jika telah bekerja barulah TKI mengurus legalitasnya sebagai pendatang atas bantuan perusahaan dimana mereka bekerja.

Ketika izin tinggal atau masa lancong berakhir, pekerja itu akan berubah status menjadi pendatang ilegal. Tidak terbayang bagaimana mereka hidup sebagai pekerja haram.

Teman-teman di kampung saya banyak berkisah bagaimana mereka dibayang-bayangi rasa takut tertangkap saat bekerja. Mereka harus lari menyelamatkan diri dari razia polisi setempat karena tidak memiliki dokumen resmi.

Sisanya melalui jalur tidak resmi atau ilegal. Mereka menyelundup dengan speedboat melalui jalur tikus yang sangat beresiko terhadap keselamatan mereka. Kerapkali mereka harus kucing-kucingan dengan patroli perbatasan Indonesia-Malaysia. Jika mujur mereka mereka bisa mendarat dengan selamat.

Sebaliknya, mereka harus berhadapan dengan resiko tertangkap dan bisa berujung pada penjara atau dipulangkan. Resiko paling mengerikan adalah dihempas badai. Satu dua orang TKI dari kampung saya adalah merupakan korban yang pulang ke kampung halaman abadi menghadap ke hadirat-Nya.

Kalaupun berhasil menginjakkan kaki di daratan Malaysia, mereka tetap saja dihantui rasa was-was terhadap resiko tertangkap karena tidak memiliki dokumen resmi.

Upah buruh di Malaysia dibanding upah di Indonesia memang cukup jauh berbeda. Saya tidak mengetahui secara detail berapa penghasilan mereka.

Satu hal yang jelas, TKI telah memberikan sumbangan besar, paling tidak, untuk mengubah kesejahteraan keluarga mereka di kampung halaman. 

Di samping untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya, uang hasil kerja itu juga digunakan untuk membangun rumah, membeli tanah, atau membeli sapi ternak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun