Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Antara Saya, Dan, dan Kipas Angin

22 April 2022   21:24 Diperbarui: 22 April 2022   21:27 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Waktu sekolah telah usai. Anak-anak sudah pulang ke rumah masing-masing. Pun para guru dan pegawai. Saya sendiri masih di sekolah, terpasung sebuah rasa dalam kesenyapan siang. Rasa itu adalah betah. Saya terbiasa bersunyi sendiri di ruang seluas 7x3 meter itu. Ya... sendiri dalam kesenyapan. Kadang menuntaskan sesuatu yang belum selesai atau rebahan di atas sofa butut milik sekolah sambil colak-colek screen smartphone yang kebal dari rasa geli.

Kali ini saya bersama penjaga sekolah, Dan, yang baru menjalankan tugasnya dalam 1 (satu) bulan terakhir. 

Sebuah kipas angin kecil di plafond ruangan melakukan kerja rotasi pada titik maksimal. Benda itu akan terus bekerja sampai ada tangan yang bersedia menghentikannya.

Dua hari yang lalu saya meminta Dan memanjat plafond salah satu ruang kelas untuk memeriksa bentangan bubungan yang sudah tampak melengkung. Saya menduga kayu bentangannya mulai rapuh, serapuh jiwa Napoleon di hadapan Desiree Clari, Josephine, Maria Louise, atau Marie Walewska.

"Dan...!" Saya menyapanya Dan. Nama lengkapnya Wildan.
"Iya?" tanggapan laki-laki yang sudah menikah dua kali itu singkat bernada tanya. Rupanya dia tahu saya ingin menyampaikan sesuatu.

"Bagaimana kondisi bubungan yang melengkung itu?" saya bertanya.
"Kayunya tidak rapuh hanya ada patahan. Karena tidak kuat menahan beban akhirnya melengkung," katanya sambil menikmati signal WiFi sekolah yang tengah diaksesnya.
"Saya khawatir kalau dibiarkan bisa membahayakan anak-anak yang sedang belajar," saya mengemukakan rasa was-was, "Apakah ada kemungkinan ambruk?"
"Ya, besar kemungkinan. Apalagi ini musim hujan. Bebannya bisa bertambah kalau terus-menerus diguyur air," katanya tanpa melepaskan tatapan dari layar gawai miliknya.
"Terus?"

Dia diam. Entah tidak mendengarkan pertanyaan saya atau pikirannya telah mengabaikan semua hal yang ada di ruangan karena tumpah pada goyang artis dalam film Bollywood yang ditontonnya melalui youtube. Sayup terdengar tabuh irama musik India dan suara khas Negeri Tajmahal itu dari headset yang mungkin disetingnya pada titik maksimal.

Saya menatap dinding ruangan sambil memasang telinga untuk mendengar jawabannya. Tatapan saya tertumpu pada seekor serangga kecil yang terbang menjemput kematiannya dalam sergapan lidah seekor cecak. Binatang yang kakinya dilengkapi perekat itu baru saja usai melampiaskan birahi bersama pasangannya.

"Terus?" nada pertanyaan saya sedikit meninggi karena tidak ada jawaban.
"Terus bagaimana?" kali ini dia merespon tetapi belum memahami pertanyaan saya.
"Terus! Cara mengatasinya bagaimana?"
"Ya...! Diberikan topangan," matanya masih tidak berpaling dari irama lagu Bollywood pada smartphonnya.
"Topangannya pakai apa?"
"Bambu."
"Kuat?"
"Kuat sementara."
"Kok sementara?"
"Sementara direhab total."
"Sementara itu lama, Dan!"

Dan hanya diam. Saya diam. Kipas angin ukuran kecil yang terpancang di plafond terus berputar kencang, sekencang harapan saya memperbaiki lengkung bubungan atap ruang kelas itu. Namun hembus angin yang dihasilkan benda elektrik itu tidak membuat perubahan gerak angin di tempat kami sedang duduk. 

Kipas angin itu adalah kami. Kelompok kelas pekerja yang tidak memiliki energi dan kekuatan untuk mengubah sesuatu yang ada di luar jangkauan kami.

Lombok Timur, 23/04/2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun