Mohon tunggu...
Mohamad  Afandi
Mohamad Afandi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Opera "Asu"

4 Mei 2018   15:26 Diperbarui: 4 Mei 2018   15:35 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehendak tuhan yang mempertemukan kita kemarin, atau mungkin skenario bulus dari jin qorin.

Diatas kerikil pantai, dengan derai tipis hujan dan hempasan air asin, membiarkan nafsu menari tanpa kendali.

Semua diawali oleh senja, malam hingga pagi. diawali oleh manja, kelam hingga mati.

Ini bukan sekedar syair puisi, atau sajak congkak. ini adalah ambisi, atau mungkin tamak abstrak.

Antara rindu dan malu. canduku masih sama;bersamamu menunggu senja . Sayang, cinta itu telah tenggelam bersamaan dengan cerita senggama.

Nasi telah menjadi bubur, mani telah terlanjur mancur. Sementara ruang dan waktu murung membisu, memisahkan zat karena hal yang palsu.

Kita hanya bisa saling menyapa dalam sebuah kenangan, tanpa terikat oleh hubungan. Dosa-dosa ikut tenggelam, bersamaan dengan jin palsu yang memulai opera asu. menunggu diseberang alam dengan beberapa tuntuttan atas dosa-dosa setingan.

Senja lirih dalam kenangan, gelap, terlelap dan ranap..

Gorontalo, 30 maret 2018.

Mohamad Afandi

PRAJAK- Pria Sajak

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun