Apa dikata, setiap perjalanan memiliki takdirnya masing-masing. Baru datang sudah ada cobaan pikir saya seketika itu -- tapi hadir pula penyelamat yang dikirim Tuhan. Bus yang melaju cepat dan membikin lampau kota Eindhoven. Ada ribuan jarak yang direlakan antara pergi dan pulang. Saya tiba dengan sabda perjuangan seorang perantau.
Dari balik jendela lepaslah pandangan ke arah jauh, ke tepian kanal-kanal dengan kapal tongkang pengangkut material merayap membelah rawa-rawa. Suara klakson melengking dan memekik, membuat seisi penumpang kaget.
Tepat di depan, kemacetan panjang terjadi. Mobil terbakar hangus setelah menabrak pembatas jalan. Sekali lagi saya terjebak dan memperlambat perjalanan saya menuju kota tujuan.
Deretan mobil begitu panjang. Sirine mobil pemadam kebakaran meraung-raung di lintasan jalan raya yang kiri dan kanannya terdapat hamparan luas tanah kosong. Saya melihat saksama, melihat api berkobar beserta asap berwarna hitam pekat membumbung tinggi.
Hampir satu jam terjebak. Dan matahari meninggalkan peraduannya, gelap mulai menjalar. Lampu-lampu penerang jalan menyala. Dari kejauhan terlihat samar-samar siluet kincir angin yang berdiri di tanah lapang. Sejurus kemudian bus kembali melaju.
***
Hari sudah gelap ketika Flixbus yang saya tumpangi tiba di kota Amsterdam.
Kota asing yang membuat saya lebih jauh berjarak. Tetapi juga membawa saya ke masa lampau, ke sejarah tanah jajahan.
Belanda, tempat yang pada mulanya hanya saya ketahui dari buku-buku pelajaran sejarah siswa sekolah. Tempat di mana nama orangnya tersanding kata "Van" yang membuat kesal setiap siswa menghapalnya.
Ketika saya tiba. Entah, pikiran saya menuju ratusan tahun silam. Membayangkan Jendral Van Ham mendarat di Ampenan dan menyerbu habis tanah Mataram, membuat para raja-raja diasingkan ke Batavia. Ratusan manuskrip disita dan dihilangkan dari peradaban. Semua itu dilakukan oleh Belanda, negeri yang sedang saya singgahi saat ini.
Kota ini memiliki pertalian sejarah panjang dengan tanah jajahan. Sekaligus pelabuhan Ampenan, pintu pendaratan ekspedisi penyerbuan ke Mataram. Dari sini saya membayangkannya sekali lagi, para warga ketakutan karena bedil, pun deru mesin kapal perang yang segera berlabuh.
Asmterdam, Belanda.