Di tengah malam yang hening, redup dan sunyi,
Dia berjalan sendiri, penuh dengan kekecewaan hati.
Membawa pikiran yang berat, tak terhingga beban ini,
Tentang cintanya yang layu, tak kunjung dewasa.
Namun di sana dalam perjalanan, dia menemui,
Pemandangan yang menggetarkan batas jiwanya, saksikanlah.
Seorang bocah laki-laki di kursi roda terikat,
Kasih kedua orangtuanya, tulus dan tabah, mempesona.
Usia anak, dua belas tahun tak lebih sekitar,
Menghuni bayang-bayang penyakit, tak hentikan derita.
Orangtua dengan penuh dedikasi dan cinta mengasuh,
Merawatnya dengan penuh pengabdian, tak tahu lelah.
Mereka memandikan, memberi makan, segala dikerjakan,
Dalam keadaan yang sulit, tetap tersenyum di wajah.
Dalam kehidupan penuh ujian dan ketidakmungkinan,
Mereka pahlawan, tak henti menjaga perlindungan.
Sang pemikir yang tadi penuh kekecewaan,
Hati dan pikirannya tiba-tiba terhentak kesadaran.
Semua kecemasan yang memenuhi harinya yang senja,
Tiba-tiba kecil, merasa begitu hina.
Dia menyadari, masih ada yang lebih berat,
Ditanggung oleh jiwa-jiwa lain di dunia yang tak habis.
Kehidupannya yang dulu terasa berat, seperti berbatas,
Kini terasa ringan, seperti sesuatu yang sekecil-kecilnya.
Orang tua anak itu mungkin tak pernah berhenti,
Namun cinta dan kesabaran mereka tetap utuh dan tersuci.
Mereka adalah pahlawan dalam hidup anak yang tak berdaya,
Peran suci yang tiada tara, tak pernah padam dalam purnama.
Pengalaman ini adalah guru tak ternilai harganya,
Dalam kehidupan, kita bisa diserang badai dan derita.
Tapi selalu ada yang menanggung badai yang lebih keras,
Kesabaran adalah kunci, kita harus percaya dengan kuasa.
Dalam malam yang merenung, gelap dan sunyi ini,
Dia pulang dengan hati yang penuh lega dan syukur di dada.
Paham bahwa dalam setiap ujian yang tersembunyi,
Ada berkah yang terpendam, dalam kesabaran yang tak pernah terhina.