Mohon tunggu...
Moh. Ilyas
Moh. Ilyas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Umat Islam, Sungguh Toleran Dirimu!

17 Oktober 2016   23:32 Diperbarui: 18 Oktober 2016   02:41 1627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

JALAN-jalan di Jakarta terasa begitu sepi. Tak seperti biasanya, untuk menempuh jalur Pancoran, Gatot Subroto arah Semanggi, Sudirman hingga Universitas Al-Azhar, Kebayoran Baru, yang biasanya butuh waktu di atas 1,5 jam, namun siang itu hanya butuh waktu sekitar 30 menit.

Memang, sedari pagi, Jumat, 14 Oktober 2016 itu, suara-suara teriakan seperti sudah memekakkan telinga. Meski belum tampak ada orasi-orasi yang bergemuruh di Ibu Kota. Kalaupun ada, datangnya dari depan Gedung Sate, yang jadi pusat demonstrasi di Bandung, Jawa Barat. Sementara di Ibu Kota, baru dimulai setelah shalat Jumat dengan starting point Masjid Istiqlal Jakarta.

Sejak beberapa hari sebelum hari itu tiba, sebenarnya berbagai broadcast telah berseliweran di media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan Path, serta melalui aplikasi chatting WhatsApp, BlackBerry Messenger, dan Line. Isinya pun bervariasi, mulai dari sekadar informasi, pesan, peringatan, anjuran, hingga tulisan-tulisan bermuatan “kemarahan” berbagai golongan, terutama umat Islam yang menjadi “korban” langsung dari penistaan yang dilakukan Basuki T Purnama (Ahok) terhadap Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51. Bahkan, pesan-pesan anti-Ahok tak hanya berupa tulisan, berbagai foto disertai meme-meme dengan aneka ragam pesan, juga tak kalah booming ke berbagai media sosial.

Saya, mengikuti jalan-jalan cerita ini secara cermat, karena memang bergabung dengan puluhan grup pegiat-pegiat aktivis hingga jurnalis yang memang sangat kritis terhadap segenap persoalan bangsa ini, termasuk di antaranya perilaku Ahok yang selama ini cenderung otoriter dan anti-kemanusiaan. Saya sudah merasakan getaran nurani yang luar biasa dari suara umat Islam menyikapi kasus ini.

Satu kekhawatiran saya, aksi yang diikuti puluhan ribu (berbagai media menyebut hingga ratusan ribu) akan berujung kisruh, ricuh, bakan bentrok massa yang luar biasa. “Semoga ini tak terjadi,” aku coba meyakinkan pikiranku.

Meski secara fisik aku berada di Al-Azhar dan kemudian di Senayan, tapi hati dan pikiranku benar-benar ada di Istiqlal, silang Monas, Mabes Polri, hingga Balai Kota DKI di Medan Merdeka Selatan itu. Hampir tak sedetikpun ku kedipkan mata untuk terus mengikuti perkembangan demi perkembangan demonstran yang jadi lautan manusia itu.

Kekagumanku muncul ketika melihat solidaritas dan soliditas puluhan ribu umat bangsa ini yang terusik dengan “mulut” Ahok. Mereka satu suara, satu tujuan, dan satu pandangan, tak bisa menerima penghinaan dan penistaan agama dan kitab suci umat Islam (Al-Quran), dan mendesak aparat hukum hingga Istana Presiden untuk tak melindungi Ahok.

Tapi sesungguhnya, yang jauh lebih ku kagumi adalah emosi massa yang betul-betul terkontrol. Tak ada kisruh, tak ada bakar ban – seperti sering kulakukan kala masih jadi aktivis mahasiswa tempo dulu; tak ada pula kericuhan hingga bentrok sosial yang bisa membelah bangsa ini seperti terlihat di banyak Negara Timur Tengah yang hingga hari-hari ini tak kunjung ada solusi. Sungguh, saya salut dengan FPI dan ormas-ormas lain seperti FUI, HMI, DDII, Aisyiyah, KAHMI, Forsap, GMJ, GPII, IMM, Al Irsya, KB PII, FKPPI, KOBAR, Indonesia Bergerak, dan berbagai ormas yang mampu mengendalikan dan “menjinakkan” riak-riak kebencian, teriakan, hingga amarah yang tampak seperti hendak ditumpahkan demonstran.

Orator-orator kawakan sekelas Habib Rizieq, hingga Amien Rais yang mewakili umat Islam, atau Lieus Sungkharisma, sebagai bagian kaum non-muslim yang masih memegang nuraninya secara lurus, bisa menjaga demokrasi bangsa ini secara sehat di tengah “noda yang terganggu”. Mereka tak menyulut massa untuk reaktif, apalagi main hakim sendiri menyikapi kasus Ahok.

***

Sore tiba. Sekitar pukul 17.00 WIB, massa berangsur-angsur membubarkan diri secara tertib. Mereka pun cukup puas, karena janji Kabareskrim Komjen Pol Ari Dono Sukmanto yang akan memeriksa Ahok. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun