Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Apa Harus Cerai Karena Utang?

7 Agustus 2020   11:28 Diperbarui: 7 Agustus 2020   11:51 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto (wordpress.com)

Pada hari yang berbeda saya kembali berdinas satu sift dengan ibu-ibu tadi, kali ini dia dengan jengkelnya bercerita tentang tabiat suaminya yang sudah berhaluan kiri. Sering marah-marah, jarang dirumah dan yang paling membuatnya murka adalah kedapatan pesan mesra di HP suaminya via Whatsap dari seorang perempuan yang diduga selingkuhan suaminya.

Permasalahan semakin menjadi-menjadi, dept collector mulai mengintai untuk masalah cicilan kredit mobil, ansuran pinjman online. Anak-anaknya yang nunggak SPP di sekolah, bertambah lagi dengan ulah suaminya yang main gila dengan perempuan lain. Ia hampir melakukan upaya bunuh diri (suicice) namun urung dilakukan karena masih ingat dengan yang di atas, lagian anak-anaknya masih kecil. Imbuhnya.

Bukankah kredit dimasa pandemi covid-19 masih bisa ditunda pembayarannya, sebagaimana yang di sampaikan Bapak Presiden Jokowi?, Upaya untuk memperoleh keringanan juga sudah pernah dilakukan dengan kedua pihak penyedia layanan jasa keuangan tersebut. 

Tapi jawabannya mengejutkan, kata pihak Bank yang bisa ditangguhkan adalah pelaku usaha dagang, jualannya kurang laku atau bahakan sama sekali tidak laku selama pandemi cvid-19.

Untuk PNS dan tenaga kontrak kan selalu menerima gaji, jadi tidak ada alasan untuk tidak membayar cicilan, ungkap pihak Bank. Ketimpangan informasi dari presiden mengenai hal penangguhan cicilan kredit, tanpa disertai dengan regulasi yang jelas, menyebabkan masyarakat menganggap himbauan tersebut seperti Hoax.

Budaya Konsumtif yang Berlebihan. 

Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan budaya konsumtif yang berlebihan, dikatakan sebagai kebutuhan, tidak juga, karena barang-barang yang di beli pada umumnya tergolong dalam katagori skunder.

Saya melihat kebanyakan orang memaksakan keinginannya untuk memiliki barang-barang mewah, seperti mobil padahal kebutuhan akan mobil pribadi masih dapat ditunda dulu. Tanpa harus mengikat lehernya dengan hutang kredit.

Katakanlah uang DP mobil Rp. 30 Jutaan, seandainya kita investasikan untuk membeli tanah di pedesaan. Akan mengalami kenaikan harga dua kali lipat jelang lima tahun kedepan, aset akan bertambah, hidupun akan tenang tanpa hutang yang melilit.

Dulu sekitar tahun 2009 saya pernah membeli dua petak tanah sawah di kampong saya Aceh Utara, saat saya beli per petak harganya sekitar Rp.8 Jutaan, total dua petak Rp. 16 Juta. Setelah 8 tahun kemudian tepatnya pertengahan 2017 saya menjual satu petak dengan harga yang fantastis sekitar Rp. 50 Juta. 

Saya menjual sebagai tambahan uang untuk membeli properti rumah. Jadi uang yang sedikit jangan dijadikan DP mobil ya, tapi investasikan dalam bentuk tanah ataupun emas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun