Mohon tunggu...
mushiyam murdiyanti
mushiyam murdiyanti Mohon Tunggu... -

saya adalah seorang guru matematika, dan saya sekarang sedang menjalankan kuliah jurusan akuntasi di sebuah perguruan tinggi di Pekalongan. saya memang sudah suka menulis sejak saya SD. memang agak sedikit nyambung sih... hobi dengan pekerjaan saya saat ini. namun itulah SAYA.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Hilangnya Padi Kami

31 Mei 2014   22:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:53 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption] Silakan bangun monopoli di negeri kalian sendiri Jangan bangun monopoli di negeri kami Karena negeri kami bukan mengandalkan monopoli Negeri kami, negeri petani Rakyat di negeri ini hidup dari padi Bukan dengan roti, Layaknya orang-orang di luar negeri Teringat cerita para sesepuh kami, Kerbau dan burung menjadi teman mereka setiap hari, Menanam padi di saat pagi, Bermain dengan burung di siang hari, Hingga datang musim panen yang selalu dinanti. Kami juga teringat.... Dengan sawah yang ada di belakang sekolah kami, Setiap hari kami melewatinya, Panas matahari menjadi teman setia Bahkan gerabah pun menjadi mainan gratis yang menyenangkan hati. Tapi sekarang.... Lihatlah, sawah kami telah hilang, Terganti dengan gedung-gedung yang tinggi menjulang Hotel dan perumahan terus digembor-gemborkan, Tanpa mereka sadari, petani yang tengah sedih, menangis, dan tertekan. Itu mata pencaharian kami, Itu satu-satunya keahlian kami, Mengapa orang-orang yang 'katanya' pintar, merebut semua itu dari kami? Mengapa orang-orang yang 'katanya' maju, justru memberhentikan langkah kami untuk mengabdi pada negeri ini? Ke mana padi kami? Dulu padi kami melimpah ruah, Hingga semua rakyat hidup sejahtera, Dan tanpa harus berpikir, ' besok mau makan apa?' Tapi kini.... Padi kami telah tiada, Untuk hanya sekedar bisa makan saja, kami harus menunggu padi dari negeri tetangga. Dan kami harus mengeluarkan lebih banyak biaya. Dan lihatlah negeri kami sekarang... Banyak anak-anak yang merengek kelaparan pada ibunya, Banyak istri-istri yang menangis meminta rupiah pada suaminya, Dan banyak dari bapak-bapak yang bertindak tidak semestinya. Mereka bukan berarti jahat... Mereka hanya sedang dibutakan oleh keadaan negeri yang sekarat. Hai Sahabat, Kita mungkin orang melarat Namun satu yang harus kita ingat, 'Kita adalah bangsa bermartabat ' Untuk para petinggi kami, Tolong beri kebijakan yang seadil-adilnya untuk orang-orang kaya di sana yang telah menggusur sawah kami. Dan untuk para petinggi kami, Kami mohon, berikan kebijaksanaan kepada kami, Rakyat kecil yang tengah menderita ini. Sampai kapan lagi.... Sampai kapan kami harus meratapi, 'Hilangnya padi kami' Ini negeri kami, Ini tanah kami, Dan seharusnya, Ini juga ' SURGA KAMI '

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun