Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ternyata Ahok Diancam

20 Desember 2016   09:54 Diperbarui: 20 Desember 2016   10:07 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat Pagi menjelang Siang semuanya.

Seiring berjalannya waktu, Sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Calon Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama alian Ahok, kini terus berlangsung. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dari Penuntut Umum (Jaksa) dan eksepsi (Keberatan) atas dakwaan Jaksa oleh Terdakwa dan Penasihat Hukum Ahok dilaksanakan pada 13/12 lalu. Kini Selasa 20/12, berlangsung sidang yang kedua, dengan agenda Jawaban Jaksa atas keberatan terdakwa.

Jika kita cermati dari sidang perdana, sudah dengan terang benderang dibacakan oleh Jaksa, bahwa perbuatan terdakwa dengan perkataannya dipulau seribu itu atau yang terkenal dengan peristiwa “Surat Almaidah 51, dipandang sebagai penodaan terhadap Alqur’an sebagai kitab suci agama Islam seperti saya kutip (sebagian) dibawah ini;

Bahwa dengan pernyataan ini, seolah-olah surah Al-Maidah ayat 51 telah digunakan orang lain untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah. Padahal terdakwa sendiri yang mendudukkan atau menempatkan surah Al-Maidah 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam proses pemilihan kepala

Bahwa perbuatan terdakwa yang telah mendudukkan atau menempatkan Surah Al-Maidah ayat 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta dipandang sebagai penodaan terhadap Alquran sebagai kitab suci agama Islam. (You tube).

Setelah Jaksa membacakan dakwaan, giliran Ahok menyampaikan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan Jaksa. Ahok yang biasanya tegar dan ekspresinya tanpa mengenal takut menghadapi siapapun, bahkan tak tertarik dengan tangisan ibu ibu yang rumahnya digusur, menghadapi hakim dan Jaksa ternyata tidak berbanding lurus dengan kebiasaannya itu.

Pada saat membacakan keberatan itu, Ahok justru menangis dan beberapa kali berhenti membaca hanya untuk mengusap air matanya yang bercucuran. Tangis Ahok itu, ternyata bukan tangis penyesalan atas perbuatannya seperti yang di dakwakan kepadanya, tetapi merupakan ekspresi ‘’kesedihannya’’ dituduh menista agama. Intinya Ahok tidak terima dituduh menista Agama Islam, ia tidak punya niat untuk itu.

Dalam keberatannya itu Ahok menceritakan bagaimana sejak kecil dibesarkan oleh keluarga Islam, ia juga punya bapak angkat seorang tokoh Islam, oleh karena itu ia tidak mungkin akan melakukan penghinaan terhadap Islam, karena jika ia melakukan, berarti menghina pula keluarga angkatnya. Ahok juga menceritakan bahwa ia telah membangun Masjid di komplek Pemerintahan DKI, membangun Masjid Raya DKI, karena Istiqlal bukan masjid DKI serta bertutur tentang hal hal berkaitan dengan keberhasilannya membangun ini dan itu.

Soal tangis dan nota keberatan Ahok ini, telah banyak menimbulkan tanggapan beragam dari masyarakat. Namun yang jelas, pasca persidangan perdana ini, anak saya yang lulus Fakultas Hukum, memberitahukan bahwa Ahok sebenarnya mendapat ancaman atau diancam.

Saya menilai ancaman ini wajar wajar saja, toh saat pertama kali Ahok mengetahui berkasnya sudah diserahkan ke Pengadilan, ia menyatakan merasa senang agar masyarakat tahu bahwa ia tidak punya niat untuk menista agama.

Pertanyaannya kemudian adalah siapa sebetulnya yang mengancam Ahok?, Apakah ummat Islam yang dulu berdemo?. Awalnya saya tak percaya omongan anak saya, tetapi setelah saya melihat kembali tayangan You Tube yang memutar persidangan Ahok, ahirnya saya faham juga, rupanya yang mengancam itu bukan ummat Islam atau pak polisi, tetapi Undang-undang yakni pasal156 a huruf a dan 156 Kitab Undang Undang Hukum Pidana sebagaimana dibacakan oleh jaksa dibawah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun