Sudah seminggu lamanya, langit di kampung saya, Gerem Raya---khususnya dan Cilegon umumnya---berwarna jingga. Bukan karena senja yang muncul di ufuk barat, bukan pula karena perayaan, melainkan oleh semburan api dari cerobong raksasa milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI). Perusahaan ini sedang melakukan aktivitas flaring---yakni pembakaran gas dari cerobong sebagai bagian dari tahap start-up dan commissioning kilang petrokimia.
Semburan itu bukan hanya menerangi langit, tetapi juga membakar rasa aman ribuan warga.
Flaring bukan hal baru di industri kimia. Tapi skala dan intensitas api dari cerobong LCI kali ini sangat mencolok, mengejutkan warga se antero Cilegon, apalagi warga terdekat Gerem Raya. Â Flaring ini bukan sekadar fenomena visual. Ia adalah simbol tentang bagaimana suara warga sering kalah oleh kepentingan industri, bagaimana ruang hidup berubah tanpa kompromi.
Dalam berbagai tulisan dan laporan media, kita melihat bahwa pembangunan yang eksklusif---yang hanya melibatkan elite teknokrat dan pemodal---selalu melahirkan kegelisahan. Ini bukan soal teknologi semata, tapi soal hak paling dasar: hak masyarakat  untuk tidur tenang di rumah sendiri.
Seorang ibu rumah tangga di Gerem Raya---sebut saja Bu Mawar---mengeluhkan hal itu kepada saya. Ia viral karena rumahnya mengalami keretakan dan menjadi objek pemberitaan di media online BantenNews.co.id, "Bagaimana saya mau tidur nyenyak? Setiap saat jendela bergetar, suara bising seperti pesawat, dan saya takut asap hitam mengganggu pernapasan. Makanya setiap hari saya pakai masker," ujarnya. Ketakutan, kata Bu Mawar, tidak ada obatnya.
Wali Kota Cilegon, Robinsar, akhirnya bereaksi. Dalam laporan Kabar Banten dan Detik.com, beliau meminta jaminan keamanan dan layanan kesehatan bagi warga dari PT LCI. Forkopimda pun turun tangan. Namun, warga bertanya: seberapa independen pengawasan itu jika data kualitas udara berasal dari laboratorium yang dibayar oleh perusahaan?
Manajemen LCI menyebut flaring sebagai prosedur teknis standar yang tidak berbahaya. Namun warga butuh lebih dari sekadar pernyataan. Mereka menuntut bukti: mana hasil uji laboratorium yang valid dan transparan? Kalaupun "aman", warga ingin tahu: aman untuk siapa, dan sampai kapan?
Langit Jingga Cilegon dalam beberapa hari terahir sudah menjadi konsumsi pers dan menjadi opini  baik nasional maupun lokal. Lebih rinci sumber pemberitaan  maupun opini yang berkembang terkait dengan flaring PT LCI ini bisa dilihat sebagai berikut;
Detik.com: Melaporkan bahwa Pemerintah Kota Cilegon memanggil manajemen PT LCI untuk meminta klarifikasi atas aktivitas flaring yang terjadi pada Rabu malam, 21 Mei 2025. Sekretaris Daerah Kota Cilegon, Maman Mauludin, menyatakan bahwa pemanggilan ini dilakukan guna mendapatkan penjelasan resmi dari pihak perusahaan.