Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menjaga Cilegon dari Luka Investasi

25 Mei 2025   22:54 Diperbarui: 26 Mei 2025   21:31 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Illustrasi Aktifitas industri di Cilegon (dok. Pribadi}

Video viral pertemuan oknum pengusaha Cilegon dengan PT Chengda, kontraktor utama proyek PT Chandra Asri Alkali, berisi permintaan jatah Rp5 triliun tanpa lelang, menjadi alarm nasional, suaranya menggelegar membuat gerah para pengambil kebijakan memicu respons cepat Kementerian Investasi dan Hilirisasi melalui pemanggilan Kadin Pusat, Kadin Cilegon, dan PT Chandra Asri, dipimpin langsung oleh Wamen Todotua Pasaribu.

Menurut Wamen Todotua, inisiatif ini adalah perintah langsung Presiden Prabowo. Selanjutnya, penanganan hukum diserahkan kepada Kapolda Banten. Hingga kini, proses hukum masih berjalan, dan tiga orang oknum pengusaha telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar undang-undang.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie,tak kalah sigap dengan rencana konsolidasi pengurus Kadin se-Indonesia. Tujuannya: memastikan agar peristiwa intimidasi terhadap investor, seperti yang terjadi di Cilegon, tidak terulang.

Langkah-langkah itu patut diapresiasi. Namun perlu dipahami bahwa akar persoalan di daerah bukan sekadar soal "kesempatan usaha." Masalah sesungguhnya jauh lebih kompleks: mulai dari minimnya pelibatan pengusaha lokal, keterbatasan akses tenaga kerja lokal, hingga dampak lingkungan dari industri besar yang tidak terkendali.

Oleh karena itu, pemerintah pusat atau institusi terkait yang berada di pusaran kekuasaan tingkat tinggi harus memikirkan bagaimana memberikan solusi  atas permasalahan di daerah dalam kaitannya dengan membanjirnya investasi bersekala besar  di daerah.

Kita berharap kepada pihak-pihak terkait, punya pola pikir yang seragam dan meyakini bahwa sesungguhnya investasi bukan lahir dari sebuah kutukan. Ia bisa menjadi berkah, bisa juga menjadi musibah---semuanya bergantung pada bagaimana negara mengelolanya. Investasi bisa berubah menjadi musibah jika dikelola secara eksklusif.

Saya pernah menulis bahwa investasi di Cilegon selama ini lebih banyak "membangun di Cilegon", bukan "membangun Cilegon". Perumpamaan yang saya pakai barangkali terasa getir, kita sedang mengurus sesuatu yang serba kompleks, istilah lokalnya  mengurus "Tetek Bengek", namun yang didapat justru: "Teteknya untuk mereka, bengeknya bagi rata.". Kalimat ini menggambarkan betapa investasi di Cilegon lebih banyak manfaatnya dinikmati orang luar, sementara beban sosial, ekonomi, dan dampak lingkungan akibat aktifitas industri dibagi rata untuk masyarakat lokal. Dalam ungkapan itu juga tersimpan kenyataan, investasi menghasilkan keuntungan besar, tapi menyisakan ekses yang ditanggung warga sekitar. Ini adalah musibah bagi kepentingan lokal.

Padahal, masyarakat Cilegon tidak anti-investasi. Bahkan dalam Rancangan Awal RPJMD Kota Cilegon 2025--2029, investasi dinyatakan sebagai "mesin utama pembangunan ekonomi." Artinya, investasi ditempatkan sebagai elemen strategis dan prioritas tertinggi dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah atau dalam  bahasa yang lain strategi pembangunan lima tahun ke depan akan sangat bergantung pada keberhasilan menarik dan mengelola investasi.

Tapi investasi yang sehat bukan sekadar dimudahkan. Ia harus membawa manfaat nyata dan adil bagi masyarakat. Sayangnya, kebijakan investasi di Indonesia sering kali masih Jakarta-sentris. Daerah hanya dijadikan lokasi, bukan mitra. Padahal, ketimpangan ekonomi di daerah akibat investasi besar adalah persoalan serius yang butuh pendekatan struktural dari pemerintah pusat.

Regulasi tentang investasi yang dikeluarkan oleh pusat seyogyanya harus menjadikan pemberdayaan pelaku lokal sebagai indikator keberhasilan. Kalau tidak, investasi akan terus membangun menara gading---menjulang tinggi, indah dilihat dari luar, tapi tak bisa dinaiki oleh warga lokal. Hasilnya? Masyarakat kecewa secara berjam'ah, dan resistensi sosial pun muncul dalam berbagai bentuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun