Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kronik Perjuangan Pemberontakan Cilegon 1888 (Bagian 7)

10 Juli 2021   19:45 Diperbarui: 10 Juli 2021   20:48 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar :  

Dalam rangka menghormati dan mengenang para pejuang rakyat Cilegon dalam melawan Penjajah Belanda, dimotori oleh para Kyai (Ulama) yang terjadi di Cilegon pada tanggal 9 Juli 1888, saya sajikan tulisan bersambung  yang disarikan dari buku karya Prof. Sartono Kartodirdjo "Pemberontakan Petani Banten 1888".

--------------------

Melihat kenyataan bahwa penduduk di wilayah Gudang Batu dan sekitarnya enggan bergabung dan membantu pasukan Ki Wasid, H. Tubagus Ismail dan Ki Wasid mengadakan musyawarah membicarakan strategi kelanjutan perjuangan. H. Tubagus Ismail mengusulkan agar terus berjuang dan mengadakan pertempuran yang menentukan hidup mati, jikapun harus mati, gugur sebagai pahlawan dalam perlawanan.

Sedangkan Ki Wasid berpendapat lain, menurut Ki Wasid sebaiknya mundur dulu, alasannya  menunggu kedatangan Kyai Agung (Syeikh H. Abdul Karim) dan Syeikh lainnya yang ada di Mekah untuk bergabung jika perang jihad dilaksanakan satu tahun lagi sebagaimana yang di sampaikan H. Marjuki dulu. Adapun tempat yang dipilih adalah Banten Selatan.

Perbedaan pendapat muncul dikalangan para pasukan. H. Madani, H. Jahli (Ciore) dan Agus Suradikaria mengambil sikap,  tidak menyetujui pendapat dua tokoh pimpinan diatas. Hari itu ketiganya memisahkan diri dari pasukan. Setelah memisahkan diri, beberapa hari kemudian  ketiga pejuang ini dapat di diteksi keberadaannya lantas mereka di tangkap dan dibunuh oleh tentara kolonial sebagaimana telah disebut diatas.

Meskipun saat itu terjadi perbedaan pendapat, namun pada ahirnya Ki Wasid berhasil membujuk dan meyakinkan para anggota pasukan termasuk H.Tubagus Ismail untuk sementara mundur ke Banten Selatan.

Pihak tentara kolonial masih mengalami kebingungan untuk mencari keberadaan pasukan Ki Wasid karena beredarnya kabar yang simpang siur soal kemana sebetulnya Ki Wasid menyingkir dari pengejaran. Ada informasi bahwa Ki Wasid akan berangkat menghindari pengejaran dengan menumpang kapal Perancis, bahkan Residen Priangan memberitahukan kepada pemerintah bahwa Ki Wasid dan pasukanannya pasti berada di Cianjur.

Sementara pihak tentara kebingungan, Pasukan Ki Wasid  bergerak mundur ke Banten Selatan, Adapun rute yang ditempuh yakni melalui Cidanau dan kawasan  hutan yang disebut "Kebon Maung"  karena  terkenal banyak macannya (harimau) untuk menerobos Caringin menuju Sumur.

Tak bisa dibayangkan, betapa beratnya pasukan Ki Wasid menyusuri kawasan hutan untuk menghindari pengejaran tentara kolonial.  Tanggal 21 Juli 1888, pihak tentara kolonial mendapat laporan bahwa pasukan Ki Wasid telah menyebrangi sungai Cidanau. Segera setelah itu, pemerintah  kolonial mengambil langkah  untuk memperkuat penjagaan di sepanjang jalan Anyer-Caringin,  pasukan tentara juga dilipat gandakan.

Satu detasemen infantri dibawah komando De Chauvigny de Blot, ditempatkan di Brengas, tujuannya untuk mencegah jangan sampai pasukan Ki wasid lolos diantara Brengas dan Cinoyong. Satu detasemen lagi ditempatkan di Cimanuk, maksudnya untuk mencegh pergerakan dan jangan sampai pasukan Ki Wasid lolos melalui gunung Aseupan dan gunung Pulosari. Demikian juga satu  pasukan  di tempatkan di Cinangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun