Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Lebaran (1): Lebaran Tanpa Ayah

14 Mei 2021   15:39 Diperbarui: 14 Mei 2021   22:41 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kenangan dengan Alm. Ayahanda tercinta. (dok Pribadi)

Bagi saya, lebaran tahun ini, bukan hanya soal Pandemi Covid 19, namun ada hal yang paling mengharukan bagi keluarga besar saya yakni;  Lebaran tanpa ayah.

Terkait dengan Covid 19, Lebaran tahun ini juga tanpa kehadiran anak dan cucu yang stay di luar kota, Sembahyang I'd- pun dilaksanakan di Musholla keluarga yang dibangun  ayah saya.

Dua tahun sudah ayah meninggalkan keluarga, dipanggil oleh Allah SWT, semoga tenang disana. Berarti sudah dua kali keluarga berlebaran tanpa ayah. Tanpa kehadiran ayah, terasa sekali  perbedaannya.

Saya betul betul merasa kehilangan, ayah meninggal pada usia kurang lebih 96 tahun. Pada masa hidupnya, beliau adalah pekerja keras. Dilahirkan dari keluarga tidak mampu, ditinggal orang tua (ayah), banyak cerita duka yang disampaikan kepada saya  sebagai motifasi untuk menjalankan roda kehidupan di dunia.

Beliau pernah bercerita bagaimana getirnya hidup di masa anak anak. Sebagai anak yang di tinggal orang tua, mencari makan dengan ikut mencari rumput untuk makan kuda, hasil sabitan lantas dinaikkan gerobak. Ayah yang nuntun gerobak kuda,  sementara  anak yang empunya  naik diatas gerobak. Alih alih yang diatas nyambuk kuda, tapi yang di cambuk malah yang nuntun kuda, ayah nerima saja, karena berharap sesampainya di rumah diberi makan.

Menginjak remaja, ayah tidak punya biaya untuk sekolah, tapi semangat cari ilmu. Diantara teman  dan  saudara yakni abah Jaki dan saudara sepupu Salman, ayah nyantri (mondok) di Baros, 50 km dari tempat tinggal. Berangkat ke pondok hanya jalan kaki, kalau  nasib baik, ikut tumpangan gerobak kuda yang lewat.

Untuk bekal ke pondok, hanya mengandalkan belas kasihan orang banyak. Saat berangkat ke pondok  itulah ayah mencari bekal tersebab orang tua tidak mampu ngasih bekal,  caranya bebriman  alias minta minta ke warga kampung yang dilewati, biasanya di beri beras. Tak jarang jika ada warga yang lagi selamatan, nimbrung ikut ngeriung reriungan, pulangnya dapat berekat yang isinya nasi dan lauk pauk, lumayan  untuk dimakan.

Satu saat, pulang  ngeriung, tiga sekawan abah Jaki, Salman dan ayah dapat berekat. Dengan maksud melahap berekat, pergi ke pematang sawah. Di galengan duduk rame. Sial dilihatnya ada kerbau yang tadinya dipakai membajak sawah, lari menuju tempat duduk ayah, tidak sempat lagi mengambil berkat yang sudah di hamparkan di galengan, braaak, semua berkat diinjak kerbau.

Bersyukur, kerja keras ayah, dari ikut orang di Cilegon, mencari karang untuk dibikin kapur, mencari ikan dilaut (bagan), hingga dagang kelontongan di pasar, telah membuahkan hasil dalam mendidik anak, meski terkenal suka marah marah, namun ayah berhasil  menyekolahkan 9 orang anak. Anak pertama dan kedua lulus SLTA, sisanya dari saya (anak ke 3) sampai anak ke sembilan bisa lulus sampai Perguruan Tinggi. Begitu pula dalam hal menjalakan ibadah, Ayah bisa ber-haji beberapa kali, dan anak anaknyapun semua dibantu  berangkat haji. Syukur alhamdulillah.  

Sebagian dari anak, cucu, cicit (Dok Pribadi)
Sebagian dari anak, cucu, cicit (Dok Pribadi)
Labaran tanpa ayah, memuncukan kenangan yang mendalam terhadap sosok   yang selalu mengajarkan kerja keras dan kejujuran. Biasanya, jika lebaran tiba, semua anak anak, cucu cicit  diminta kumpul. Semua anak, cucu dan cicit bersimbah dihadapan ayah. "Minta maaf". Ayah biasa membagi "hadiah" untuk cucu yang belum mandiri, termasuk kepada cicit. Bukan itu saja, sebelum lebaran, ayah memanggil kami, semua anak dan memberikan sekedar bekal untuk mengahadapi lebaran. Rumah ayah jadi ramai bagaikan pasar, bayangkan dari Sembilan orang anak, sudah memberikan cucu sebnyak 25 orang dan dari Sembilan cucu sudah mempunyai 15  cicit  untuk ayah.

Diantara anak,cucu dan cicit saat lebaran sebelum ayah wafat (dok.Pribadi)
Diantara anak,cucu dan cicit saat lebaran sebelum ayah wafat (dok.Pribadi)
Sekarang ayah sudah tiada, hanya tinggal ibu, ibu sudah mulai ringkih, tapi tak kurang dari ayah, ibu sangat menyayangi keluarga, makanya sampai sekarangpun semua anak, cucu dan cicit tetap kumpul saat lebaran kecuali yang terhalang oleh covid 19 hingga tidak bisa mudik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun