Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres 2019, Umat Islam adalah Penentu

6 September 2018   15:48 Diperbarui: 7 September 2018   08:58 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi, Kabarnesia.com

Euphoria Pemilihan Presiden 2019 sudah mulai dirasakan masyarakat Indonesia, berbagai peristiwa yang melingkupi dan berkaitan dengan Pilpres 2019 yang di ikuti dua pasangan Calon yakni Joko Widodo- KH. Ma'ruf Amin  dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, intinya hanya satu yakni masing masing pasangan ingin menang.

Pertanyaannya adalah, siapa yang bisa menentukan kemenangan itu? Jawabannya adalah rakyat, wabil husus rakyat yang terdaftar sebagai pemilih. 

Menurut woro woro pejabat yang berwenang, rakyat yang jadi pemilih itu jumlahnya sekitar 185.732.093 orang yang  makan, minum, tidur alias bertempat tinggal di Indonesia, sementara yang ada di negeri orang berjumlah 2.049.791 orang. 

Dari jumlah itu,  jika dilihat dari sektor agama (bukan SARA lo), sudah bisa dipastikan  bahwa rakyat pemilih yang ber-agama Islam yang paling besar alias menjadi mayoritas pemilih.

Dengan jumlah pemilih yang mayoritas itu, lepas dari latar belakang partai apapun, tentu saja menjadi magnit karena suara ummat Islam yang jadi pemilih akan berpengaruh  terhadap pemenangan calon Presiden. Untuk menarik dan menggaet suara muslim itu, tentu saja dibutuhkan legitimasi, dibutuhkan legacy. 

Joko Widodo misalnya, sebagai calon Presiden yang diusung oleh koalisi partai Islam atau yang berlatarbelakang identitas Islam dan partai nasionalis, dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai calon dan tokoh nasionalis.

Meskipun Megawati Soekarno Putri sebagai Ketua Umum PDI-Perjuangan  pernah mengatakan tidak membutuhkan suara umat Islam, namun dalam realitasnya suara dari ummat Islam tetap menjadi  perhatian  dalam mempertimbangkan siapa orang yang bisa mendapingi Joko Widodo agar ummat Islam bisa digaet.

Hal ini terbukti dengan betapa alotnya proses pengambilan keputusan calon wakil presiden yang dipasangkan dengan Joko Widodo. Cak Imin yang jauh jauh sudah menawarkan diri (untuk tidak menyebut memohon) tidak dihitung, demikian juga dengan Romy dan Airlangga Hartarto, sama sama tak dilirik Joko Widodo.

Setelah Mahfud MD menjadi korban pertentangan, Joko Widodo ahirnya memutuskan Ketua MUI KH.Ma'ruf Amin, tokoh Ulama yang sudah sepuh dari kalangan NU menjadi pendampingnya. 

Dipilihnya KH.Ma'ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi, telah menjungkirbalikkan pandangan Megawati yang mengatakan bahwa PDI-P tidak butuh suara muslim, selain itu  tentu saja bertujuan agar suara muslim tidak lari.

KH Ma'ruf Amin dijadikan sebagai legitimasi bahwa Joko Widodo bukan anti Islam, KH. Ma'ruf Amin resmi menjadi tokoh yang dijadikan legacy untuk menarik perhatian suara muslim hususnya dari kalangan Nahdiyin karena dalam NU terdapat tradisi keilmuan yakni kepatuhan murid terhadap guru, tradisi inilah yang diharapkan akan berpengaruh bahwa Nahdiyin yang menganggap KH Ma'ruf Amin adalah guru akan dipatuhi oleh para muridnya yang tersebar diseluruh Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun