Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menelusuri Jajak Kemiliteran Brigjend Ki Syam'un (3)

9 Juni 2018   00:42 Diperbarui: 9 Juni 2018   00:58 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Brigjend. Ki Syam'un, pendiri Al-Khairiyah Citangkil, foto www.intelijen.co.id.

Sementara itu,  pejabat sipil dan pegawai pamongpraja yang berasal dari priyangan banyak yang melarikan diri, hengkang dari Banten lantaran merasa hawatir menjadi sasaran kemarahan orang Banten yang sudah lama memendam rasa tidak senang terhadap para pejabat asal priyangan. Raden Tirtasuyatna yang baru diangkat menjadi Residen Banten-pun tak kuasa untuk bertahan di Banten hingga ahirnya ikut meninggalkan Banten.

Setelah Raden Tirtasuyatna melarikan diri, terjadi kekosongan kepemimpinan Kresidenan di Banten, namun semangat Revolusi tetap bergelora, Ali Mangku dari Angkatan Pemuda Indonesia tampil sebagai pemrakarsa untuk melucuti orang orang jepang.

Terjadinya kekosongan kepemimpinan di Banten, membuat para tokoh merasa hawatir dan ahirnya berkumpul untuk membahas maslah ini. Saat itu disepakati mengusulkan KH.Achmad Hatib menjadi Residen Banten, sementara Ki Syam'un menangani urusan kemiliteran. Usulan tersebut disetujui Pemerintah Pusat hingga sejak itu (6 oktober 1945) KH Chatib resmi menjdi Residen Banten.

Langkah awal KH.Achmad Hatib dalam memipin Banten adalah mengambil kebijakan bahwa Bupati tetap dipegang oleh Bupati lama yakni Bupati Serang dijabat R. Hilman Djajadiningrat, Bupati Lebak R.Hardiwinangun dan Bupati Pandeglang Djumhana.

Namun pengangkatan para Bupati lama ini justru menimbulkan ketidak puasan bagi kaum revolusioner karena dianggap masih berbau colonial. Sejak saat itu terjadi ketegangan antara tokoh garis keras dengan pemimpin Banten. Bersamaan dengan itu, Komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah  sebagaimana diintruksikan oleh Pemerintah Pusat, di Banten justru berjalan dengan alur sendiri seolah lepas dari kebijakan Pusat. 

Pemimpin KNI pada saat itu adalah Ce Mamat untuk Kabupaten Serang, Muhammad Ali untuk Kabupaten Pandeglang dan untuk Lebak di pegang oleh Jayarukmantara. KNI daerah yang saat itu di fungsikan sebagai Lembaga legislative, berjalan tidak sesuai dengan apa yang di harapkan Pemenrintah Pusat karena oleh para pentolannya dirubah menjadi Dewan Rakyat.

Kondisi Banten saat itu bisa dikatakan memanas karena terjadi konflik social. Dewan Rakyat mengancam akan membunuh orang orang yang tidak disenangi jika tidak segera diadakan perombakan kepemimpinan. Setelah terjadi kompromi maka saat itu disepakati perombakan struktur kepemimpinan dimana saat itu Ulama dijadikan sebagai Bupati yakni, KH.Syam'un sebagai Bupati Serang sekaligus  Pimpinan Tertinggi Kemiliteran, KH.Tb. Abdulhalim sebagai Bupati Pandeglang dan KH. Hasan sebagai Bupati Lebak. Sementara birokrasi dibawah, dari Camat hingga lurah, hampir semuanya di pegang oleh kaum Ulama.

Bisa dikatakan bahwa antara bulan oktober hingga ahir tahun 1945, Banten betul betul mengalami kekacauan politik karena satu sisi harus mempertahankan negara Republik Indonesia, tapi sisi yang lain juga muncul gerakan gerakan revolusioner yang mengarah pada kekacauan kekuasaan daerah sehingga seolah olah tidak jelas mana lawan mana kawan.

Dalam rangka mempertahankan negara, para pejuang Banten dan BKR pimpinan Ki Syam'un menyerbu markas tantara Jepang  dibawah komando Ali Mangku lantaran pihak militer Jepang tidak mau menyerahkan senjata dan tetap bertahan di Serang. Penyerangan itu mengakibatkan kekalahan pihak jepang hingga  ahirnya melarikan diri ke Jakarta.

Di lain pihak, terjadi aksi yang dilakukan oleh kelompok garis keras, Bupati Hilman Jayadiningrat didaulat dan dimasukkan kedalam penjara. Demikian pula Wedana Asnawi dari Kantor Kabupaten Pandeglang dan Jaksa Entol Tarnaya dan Kepala Kepolisian ditangkap oleh para jawara dan dimasukkan kedalam penjara di Ciomas. 

Situasi semakin genting saat KH.Ahmad Hatib diminta oleh rombongan Ce Mamat untuk menyerahkan kekuasaan sebagai Residen kepada Ce Mamat. Sejak itu KH.Achmad Hatib praktis menjadi Residen bayangan karena kekuasaannya dibawah kendali Ce Mamat. Dengan kekuasaan yang dimiliki, Ce Mamat melalui Dewan Rakyat memegang kendali pemerintahan, sedangkan Dewan Rakyat bertindak sebagai eksekutif yang bisa mengatur struktur pemerintahan seperti membentuk kepolisian sendiri dengan nama Polisi Khusus yang didalamnya dikuasai oleh para Jawara, Dewan Rakyat juga membentuk Dewan Ekonomi Rakyat yang bertugas mengatur distribusi pangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun