Mendapat jawaban itu, ganti Sandal Jepit yang tertegun, dalam benaknya, ia berpikir boro boro tuannya membawa ke tempat  air wudhu, yang paling sering dilakukan oleh tuannya sebatas membawa ke kamar mandi, menemani buang air besar, buang air kecil atau paling sial dibawa keluar rumah lantas nginjak tai kucing yang baunya minta ampun, setelah itu di sikat dan di guyur pake air oleh sang pembantu sampai kedinginan.
Sandal Jepit dan Sepatu memang dua sejoli yang senasib dan sepenanggungan dalam mengabdikan diri kepada tuannya, rela dan ihlas menjadi tumpuan kaki sang tuan, meski tiap hari di injak injak, tak pernah mengeluh karena takdirnya memang untuk dinjak injak.
Sandal Jepit dan Sepatu menjadi saksi bisu atas apa yang dilakukan tuannya, tapi dua sejoli ini memang tipe pengabdi yang tidak mau menceritakan baik buruknya sang tuan.
Suatu hari giliran Sandal Jepit yang bertanya kepada Sepatu
"Tu, kenapa engkau kelihatan murung".
"Beginilah pit yang namanya hidup"
"Maksudmu apa", tanya Sandal Jepit
"Ya saya harus terima takdir, sepertinya saya sudah jarang dipake tuan", jawab Sepatu.
"Lha kok bisa".
"Ya kan kamu tahu, sudah seminggu ini tuan ada di rumah, kan kamu terus yang dipake".
"Iya, Â aku juga bertanya tanya, kok tuan ngga pernah keluar".