Mohon tunggu...
Moch. Marsa Taufiqurrohman
Moch. Marsa Taufiqurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum (yang nggak nulis tentang hukum)

Seorang anak yang lahir sebagai kado terindah untuk ulangtahun ke-23 Ibundanya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengevakuasi Resolusi

8 Februari 2019   17:00 Diperbarui: 8 Februari 2019   17:30 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : scottacock.com

KITA telah memasuki bulan kedua di tahun 2019 ini. Menjadi lebih baik dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, hingga tahun ke tahun sudah merupakan tugas hidup manusia. Seperti yang sudah biasa dilakukan 'umat manusia' ketika pergantian tahun adalah membuat resolusi. 

Namun dari tahun ke tahun kita hidup, yang ada adalah mengulangi atau me-remake resolusi tahun sebelumnya yang lagi-lagi belum tercapai. Dan dapat dipastikan tidak lebih dari 13% yang berhasil menjalankan resolusinya.

Umumnya yang sering terdengar di malam pergantian tahun adalah teriakan untuk menjadi lebih baik di tahun depan. Dream list, to do list, atau apapun itu disusun secara rapi, dengan penuh semangat. Seakan-akan pukul 00.00 dan dentuman suara serta kilauan kembang api akan mengabulkan segala harapan.

Resolusi dari tahun ke tahun disusun kian mantul (mantap betul), ingin begini, ingin begitu. Namun dalam merealisasikannya terasa seperti merangkak-rangkak dan akhirnya jadilah resolusi yang mangkrak. 

Di tulisan ini saya tidak akan menceritakan resolusi tahun ini, karena rosulusi saya telah saya ceritakan di postingan sebelumnya. Tapi di sini saya ingin berujar, memuntahkan segala keluhan, apa sih yang menyebabkan gagalnya resolusi, kemudian apa yang sebenarnya harus kita lakukan, agar hasil bangunan resolusi itu terealisasi sesuai dengan ekspektasi.

Resolusi Fantasi

Beberapa kali menganalisis resolusi, saya menemukan beberapa jenis resolusi yang gagal, yang akhirnya hanya menjadi resolusi yang basi. Jenis resolusi gagal yang pertama adalah resolusi fantasi. Jika kita menelisik dari sudut ilmu kedokteran fantasi adalah proses membayangkan kejadian yang sebetulnya tidak terjadi, atau tidak pernah ada.

Nah, inilah jenis gagalnya resolusi yang terparah. Seringkali kita hanya membayangkan saja, berkhayal saja, ingin ini, ingin itu. Ingin menjadi seperti ini, ingin menjadi seperti itu. Kita menyusun resolusi tanpa adanya sebuah rencana terukur, tanpa sebuah road map yang jelas. 

Dalam menyusun resolusi, yang sepantasnya kita lakukan adalah menyusun pula step-step yang akan kita lakukan untuk merealisasikan resolusi tersebut. 

Mengapa hal ini perlu dilakukan? Karena tidak ada di dunia ini yang ujug-ujug jadi. Tidak ada di dunia ini yang dilakukan sekali, kemudian langsung berhasil. Semuanya butuh proses, semuanya butuh tahapan-tahapan. Maka susun juga tahapan-tahapan tersebut, dan ukur sejauh mana kita berhasil menjalankan tahapan tersebut, agar resolusi kita bukan sebatas fantasi belaka.

Resolusi Halusinasi

Yang kedua adalah resolusi halusinasi. Halusinasi adalah menghayal sesuatu seakan ada tanpa adanya sebuah rangsangan. Seperti merasa melihat sesuatu, padahal sesuatu tersebut nggak ada. Resolusi yang gagal jenis ini berarti bahwa kita terlalu percaya diri, over confident bahwa resolusi kita bakalan berhasil. Yang ujung-ujungnya kita meremehkan usaha, sampai-sampai meniadakan rangsangan untuk berusaha keras dalam mewujudkan resolusi tersebut.

Percaya diri itu baik, namun berlebihan dalam percaya diri itulah yang perlu dihindari. Tak jarang pula kita hanya semangat berusaha di awal saja, begitu di tengah perjalanan kita pun mulai malas, hilang semangat. Merasa tujuan resolusi kita terlalu jauh, akhirnya kita memutuskan untuk mengendorkan usaha. Hal ini harus kita hindari agar resolusi kita bukan hanya halusinasi saja.

Resolusi Ilusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun