Mohon tunggu...
MOCHAMMED FADLIAWAN
MOCHAMMED FADLIAWAN Mohon Tunggu... Creative Writer

Have a deep interest in journalism and creative writing. I have experience participating in student organizations, student journalist, managing event promotions, and working professionally in the creative industry.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Iman dan Ilmu: Komposisi Ajaib untuk Mencegah dan Memberantas Judi Online di Indonesia

6 Februari 2025   11:18 Diperbarui: 6 Februari 2025   11:18 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 Grafik Profesi Pengguna Judi Online(Sumber: Kompas.com, 2024)

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung” (QS. Al-Maidah/5: 90).

Kalimat di atas merupakan terjemahan dari salah satu ayat dalam kitab suci umat muslim-Al-Qur’an, ayat tersebut turun pada 635 Masehi, 1389 tahun yang lalu sebelum hari ini, jauh sebelum manusia mengenal teknologi yang dinamakan dengan gawai dan jaringan internet. Namun, turunnya ayat tersebut menjadi indikasi bahwa sejak saat itu dapat dipastikan manusia telah mengenal berbagai jenis judi, hingga saat ini.

Siapa Korban Judi Online dan Mengapa Mereka Berjudi?

Judi telah berkembang sejak peradaban manusia dimulai dengan berbagai bentuk dan jenis yang bervariatif. Namun, judi online memiliki sebuah sistem bisnis yang diatur oleh para bandar dan mafia, judi online adalah sebuah penipuan digital. Maka esai ini akan menggunakan diksi ‘korban’ untuk merujuk mereka yang pernah dan/atau masih menggunakan/mengangkes judi online.

Ketika membicarakan korban judi online, maka yang terlintas adalah mereka yang berada di bawah kemiskinan. Kita dapat dengan mudah melihat pelajar/mahasiswa, pekerja harian lepas, bahkan pekerja sipil menjadi korban judi online. Hal ini dipertegas oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (2024), yang mengatakan bahwa rata-rata pemain judi online didominasi oleh pelajar hingga ibu rumah tangga. Namun, apakah semua korban judi online berasal dari kelompok miskin? Jawabannya, tidak. Kepala PPATK dalam rapat kerja DPR RI menyampaikan bahwa ada 1000 lebih anggota DPR DPRD yang menjadi korban judi online (Kompas TV, 2024). Lalu mengapa mereka melakukan itu?

Banyak faktor yang mendorong individu untuk mencoba judi online, baik dari aspek internal maupun eksternal. Dari sisi internal, dorongan mencari kesenangan melalui pelepasan dopamin (senyawa yang meningkatkan rasa gembira pada tubuh) saat menang judi online membuat individu sulit lepas dari siklus perjudian. Menurut Neuron (2024), ketika orang bermain judi, maka hormon dopamin akan meningkat. Hal ini dipertegas oleh Mark Griffinths, seorang psikolog dari Nottingham Trent University dalam Pertajam Pola Pikir (2024), banyak dari mereka yang berjudi karena rasa ingin mendapatkan uang banyak, atau ada juga yang gemar berjudi karena menyukai sensasi seru dan menyenangkan. Dalam konteks judi online, rasa menyenangkan yang menyebabkan keputusan untuk berjudi sering  kali  dipengaruhi  oleh  bias  kognitif  seperti  overconfidence  (kepercayaan  diri berlebihan) dan gambler's fallacy (keyakinan bahwa peluang menang meningkat setelah serangkaian kekalahan) (Laras dkk, 2024). Hal tersebut membuat para korban judi online akan semakin penasaran hingga kecanduan.

Sementara itu, secara eksternal, faktor-faktor seperti kebutuhan untuk bertahan hidup, rasa penasaran yang tinggi, kurangnya pemahaman terhadap dampak negatif judi online, serta akses tanpa batas menjadikan judi online semakin sulit dihindari. Kombinasi kerentanan, keterbatasan ekonomi, permasalahan sosial, serta paparan tinggi terhadap perjudian menjadi penyebab seseorang ketagihan berjudi (Neuron, 2024). Kemajuan teknologi dan gencarnya pemasaran, seperti endorse oleh figur publik dan klaim keuntungan berkali lipat membuat judi online seolah menjadi aktivitas yang menggoda dan mudah diakses. Seperti dalam reportase Detik (2024), setidaknya ada delapan aktris papan atas Indonesia yang telah diperiksa terkait dugaan pemasaran judi online.

Mimpi Buruk yang Menjadi Nyata Akibat Berjudi

Meskipun tidak sedikit informasi dan peringatan yang disampaikan mengenai dampak negatif judi online, efektivitasnya patut dipertanyakan. Hingga kini, jumlah korban terus bertambah, bahkan beberapa individu rela mempertaruhkan ratusan ribu hingga jutaan rupiah dalam satu transaksi judi. Seperti penelusuran yang dilakukan oleh Kompas (2023), reporter menemukan seorang korban judi online yang telah mengalami total kerugian hingga Rp800 juta. Judi online, yang sebenarnya adalah sistem penipuan terstruktur, tidak hanya menyebabkan kerugian finansial tetapi juga menyisakan dampak psikologis, seperti perasaan tidak nyaman ketika kalah yang mendorong pelaku untuk terus mencoba, hingga akhirnya terjerumus lebih dalam. Hal tersebut yang membuat korban judi online semakin menambah kesulitannya sendiri.

Gambar 2 Grafik Aliran Transaksi Judol(Sumber: Bisik.id, 2024)
Gambar 2 Grafik Aliran Transaksi Judol(Sumber: Bisik.id, 2024)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun