Mohon tunggu...
Moch Ferry Dwi Cahyono
Moch Ferry Dwi Cahyono Mohon Tunggu... Full Time Blogger - peksos tersertifikasi

Menulis dan berkarya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengelolaan Program Peduli Anak Bangsa Yayasan Dana Sosial Al Falah Cabang Malang dalam Meyalurkan Beasiswa (Bagian I)

20 Desember 2020   05:36 Diperbarui: 20 Desember 2020   06:47 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengelolaan Program Peduli Anak Bangsa (Pena Bangsa) Yayasan Dana Sosial Al Falah Cabang Malang dalam Menyalurkan Beasiswa

Bagian Pertama

Pembangunan menuntut pertumbuhan 'economic growth' yang cukup cepat telah menyebabkan dampak baik positif ataupun negatif sehingga tidak aneh negeri ini pernah mendapat julukan sebagai 'Macan Asia'  pada Tahun 1997 karena keajaiban ekonomi luar biasa pada waktu itu.

Tujuan utama dari pembangunan masyarakat diantaranya untuk peningkatan taraf hidup, yang dimaksud taraf hidup rendah sebagai usaha utama perbaikan di masyarakat. Dengan demikian hasil-hasil seharusnya diperuntukkan bagi semua pihak dan lapisan masyarakat, sehingga paling tidak mengandung tujuan seperti yang telah dikemukakan oleh Goulet (1973:94) bahwa :
1. memperbaiki hal-hal yang berkaitan dngan penopang hidup warga masyarakat
2  memperbaiki kondisi kehidupan yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan harga diri
3. adanya kebebasan termasuk di dalamnya kebebasan dan penindasan, kesengsaraan dan kemelaratan.

Selain kesenjangan fakta kemiskinan pun justru bisa terjadi karenanya. Sebagai suatu keadaan sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan bahan pokok di berbagai keadaan hidup. Ia merupakan masalah yang mendasar yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Sebagai fenomena universal artinya bisa mengenai siapa saja, waktu dan tempat mulai dari skala global sampai pada tingkat rumah tangga.

Sebelum terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pertengahan tahun 1997  lalu sebetulnya waktu itu telah diproyeksika  sekitar 35 juta anak usia sekolah (7-15 tahun) sudah bisa sekolah di jenjang Sekolah Dasar  (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tetapi akibat inflasi gelombang pemutusan hubungan kerja, kenaikan harga kebutuhan pokok dan tekanan kemiskinan yang makin parah acap terjadi keluarga - keluarga miskinyang ada terpaksa mengorbankan kelangsungan pendidikan anak - anaknya baik untuk sementara waktu maupun seterusnya.

Jika pada tahun 1996/1997 angka partisipasi kasar anak usia sekolah sudah mencapai 77, 26% maka setelah kondisi ini telah melanda masyarakat angka partisipasi kasar itu menurun menjadi hanya sekitar 54% (Kompas, 2 Maret 1999). Akibatnya keinginan membebaskan anak usia sekolah dari ancaman buta huruf dan kemungkinan putus sekolah tampaknya makin jauh dari harapan yang telah diinginkan bersama.

Mengetahui mereka secara tidak langsung menjadi indikasi adanya suatu fenomena sampai sekarang belum dapat dipecahkan pemerintah. Terbuktidengan semakin bertambahnya penduduk miskin bahwa sekitar 40 juta dari 209 juta penduduk Indonesia hidup dalam kemiskina  dan sekitar 11 juta anak kekurangan gizi (http://www.bandung.go.id/data http). Adanya suatu keterkaita  sejumlah peningkatan harga barang pokok sebagai bagian yang mutlak dibutuhkan hajat hidup orang banyak telah menunjukkan korelasi negatif dengan kemampuan daya beli mereka yang hidup di bawah standart manusia yang mampu sehingga secara kuantitatif maka angka kemuskina  ada kecenderungan meningkat.

Pernyataan "Anak sebagai  generasi penerus bangsa" telah mengalami degradasi kepercayaan dan perlu diperhatikan kesungguhan i'tikad baik dari pemerintah sebagai pelaksana pemerintah negeri ini. Berdasarka  bunyi Undang - Undang Dasar 1945 pasal 34 menyatakan, "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara".

Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Berdasarkan keterangan tersebut terlihat bahwa negara telah memberikan suatu jaminan akan kesejahteraan hidup mereka yang nota bene merupaka  warga tersisihkan  apabila ditinjau dari sisi sosial ekonomi.

Pengalaman pembangunan berhasil bukan mutlak pada kekayaan sumber daya alam melimpah melainkan bertumpu pada manusia sendiri selanjutnya untuk mendapatkan dipandang pdrlu dilaksanakan pemerataan memperoleh pendidikan melalui kewajiban belajar. Keadaan demikian karena disebabkan 10% sampai 20% dari jumlah siswa terpaksa berhenti sekolah karena kesulitan ekonomi. Ini diakubatkan tingginya biaya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan sebagai bagian dari kebutuhan primer manusia secara universal sedangkan kemampuan untuk mencapainya tidak terjangkau dengan ekonomi mereka yang hidup di bawah standar masyarakat umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun