Mohon tunggu...
Mocha Soleh
Mocha Soleh Mohon Tunggu... Musisi - Menulis, Membaca, Bermusik, Mengajar, Berpetualang, bersedih, kemudian berbahagia.

Bangkit dari patah hati memang susah. Tapi, akan terlihat lebih susah jika gak bangkit-bangkit.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ku Temukan, Tapi Aku Kehilangan

7 Juni 2020   07:00 Diperbarui: 20 Juli 2020   11:17 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
From Camera Samsung A Series | dokpri

Aku mengagumi dia bukan karena dia estetik, cantik, ataupun menarik. Dia melambangkan semangat dengan senyum khas yang hangat. Entah mulai kapan aku mulai menyukainya. Akupun tak tahu bagaimana rasa ini memulai berpetualang ke hatinya. Disaat aku merasakan detak rasa yang sebelumnya sudah retak. Dia hadir seperti embun pagi. Menyegarkan di mata dan jiwa, tapi dingin di rasa.

            Dulu kita satu SMA yang sama. Cuma dia anak IPA yang memang mitosnya terkenal pintar dan aku dari IPS yang terkenal nakal sekaligus barbar. Dulu kita hanya sebatas tau meski tak mau tau. Aku lihat dulu dia masih muka polos tidak kenal skincare. Berbeda dengan dia yang sekarang yang sudah mulus serta banyak pria yang care. Estetiknya nambah, buat aku saat ini harus ektra tabah.

            Setelah lama tak bertemu. Kita ternyata di pertemukan di satu kota yang sama yang secara tidak sengaja dipertemukan. Aku bertemu denganya di toko buku. Dia yang mencari buku tentang fiksi, sedangkan aku mencari buku tentang sejarah perang dunia. Kita memulai bertegur sapa, sebetulnya bukan kita tapi aku yang menegur dia.

“Sarah Putri.?” tegurku.

“Eh iya.” Jawabnya.

“Cari buku apa?sendirian nih.”

“Ini cari bukunya Fiersa Besari. Kamu cari buku juga?” sautnya.

“Eh iya nih tapi belum dapat juga bukunya” kataku.

            Di dalam perpustakaan kita berbincang sedikit sembari aku bantu dia cari buku yang dia cari. Meski pada akhirnya aku tidak jadi mencari buku. Karena aku sudah menemukan buku yang bukan untuk aku baca, tapi untuk aku tulis. Aku merasakan dia adalah buku yang pada nantinya akan aku tulis cerita sekaligus tempatku berbagi berita.

            Setelah kita pulang ternyata aku rasa ada yang kurang. Benar saja aku melewatkan untuk mendapatkan nomor ponselnya. Akhirnya aku mencari di salah satu grup alumni angkatan. Akhirnya aku simpan dalam-dalam nomernya di ponselku. Hari itu aku belum bernyali untuk menghubungi dia terlebih dahulu. Meski rasaku terlebih dahulu melambung. Aku berfikir mungkin esok hari adalah waktu yang tepat.

            Pagi pun tiba. Waktu sudah bersiap untuk memberi aba-aba untuk aku segera dan sesegera mungkin menghubunginya. Dengan gaya basa-basiku yang memang sudah basi untuk sebuah pesan yang belum terisi. Akhrinya aku memulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun