Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mulai dari Anak-anak

20 April 2016   15:39 Diperbarui: 20 April 2016   15:46 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sulit.  Sulit sekali mengubah kebiasaan.  Apalagi kalau kebiasaan itu sudah bertahun, bahkan puluhan tahun.  Otaknya sudah terpola untuk mengerjakan kebiasaan itu.  Sudah masuk 'bawah sadar'.

Pepatah sudah mengingatkan bahwa belajar (membiasakan diri) di saat usia sudah dewasa bagaikan menulis di atas air.  Sedangkan belajar saat masih kanak bagai menulis di atas batu.  Pepatah yang sangat sarat nilai.  Para leluhur sudah berupaya untuk mengingatkan konsep belajar yang baik bagi siapa pun.  Juga konsep pembiasaan bagi manusia di mana pun.

PLN, dalam hal ini (dalam hal menumbuhkan kebiasaan untuk hidup pintar bersama PLN atau listrik), bisa belajar dari pola pembangunan keluarga berencana (KB).  Pada tahun 60 dan 70-an, program KB akan selalu menjadi bahan tertawaan.  Program KB bahkan sangat ditentang dengan berbagai dalil-dalil agama yang sudah pasti langsung mematikan program tersebut.  Keluarga-keluarga pada tahun itu bahkan nyaris anti-KB. 

Pemerintah lalu memberikan penyuluhan kepada anak-anak sekolah.  Sebuah terobosan yang sangat bagus.  Akan tetapi memang harus sabar, karena keberhasilannya baru akan terlihat dalam jangka yang sangat panjang. 

Tapi, apa yang kemudian terjadi?

Anak-anak sekolah yang sejak kecil sudah memahami arti ber-KB bagi kehidupan diri dan anak-anaknya kelak kemudian menjadikan program KB benar-benar mencapai keberhasilan.  Anak-anak yang tadinya tumbuh dalam keluarga besar hingga 5 sampai 10 anak menyadari betul, bahwa KB memang harus dilakukan demi masa depan anak-anaknya kelak.  Pada akhir 80-an dan awal 90-an, program KB sangat terlihat keberhasilannya.  Trend keluarga dengan anak 2 menjadi sebuah gambaran keluarga modern dan acuan bagi keluarga-keluarga baru yang dulu memahami arti KB saat mereka masih SD atau SMP.

PLN juga tak perlu melakukan tindakan-tindakan instan.  PLNakan lebih baik jika meniru program KB.  Masuklah program listrik pintar ini ke kurikulum.  Atau paling tidak, PLNmau memfokuskan programnya pada gerakan-gerakan di sekolah melalui pembinaan dan pengembangan guru-gurunya.

Sekarang sudah ada sih.

Akan tetapi masih sporadis.  Belum terlaksana dengan baik dan berkesinambungan.  Anak saya yang masih SD selalu mematikan kran air yang kalau lagi memakai sabun.  Baru dihidupkan waktu mau membasuh sabun.  Tak ada air terbuang olehnya.  Kenapa?  Saya terkadang mengajarkannya.  Tapi, sikap mereka kurang peduli.  Ini memang umum terjadi.  Jarang ada anak yang peduli atau peduli banget pada kata-kata orangtuanya. 

Anak saya memiliki kebiasaan untuk menghemat air karena tindakan ini dipesankan oleh guru SD-nya.  Ia patuh banget pada setiap ucapan gurunya.  Bahkan selalu dipraktikan dengan sungguh-sungguh walaupun gurunya pasti tak melihatnya.

Demikian juga sikap anak saya dengan listrik.  Ia akan selalu mematikan lampu yang tak terpakai.  Saat keluar kamar, ia akan mematikan lampu.  Setiap melihat ada lampu yang lupa dimatikan oleh kakaknya, ia langsung menegurnya.  Ini dia yang terkadang bikin ayahnya juga malu.  Dia akan tak segan-segan menegur kalau ada anggota keluarga yang mendiamkan lampu atau televisi yang menyala sia-sia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun