Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pertarungan Politik di Media

30 Januari 2023   18:12 Diperbarui: 30 Januari 2023   18:18 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu 2014 dan pemilu 2019 memperlihatkan keterbelahan media karena persoalan politik. Ada dua capres saat itu yaitu Jokowi dan Prabowo. Kita bisa identifikasi mana media pendukung Jokowi dan mana media pendukung Prabowo. 

Jangan tanya kebenaran. Media saat itu menjadi olok olok para pembaca dan penonton nya. Karena mereka tidak lagi independen. Mereka menjadi pendukung salah satu. 

Ketika kita melihat hal tersebut, kita akan melihat konsistensi Kompas. Kadang dihujat kubu sebelah, dan saat lain dihujat kubu sebelahnya. 

Jika media dihujat oleh dua kubu yang bertanggung, pertanda bahwa media tersebut independen. Karena media tersebut tidak mau melayani kepentingan siapa pun, kecuali pemberitaan yang benar. 

Berbeda dengan media yang selalu dipuja oleh satu kelompok dan selalu disinisi kelompok lain. Media tersebut sudah pasti telah tercebur dalam kolam partisan. Media bahkan sudah terjatuh menjadi kaki tangan. Pihak yang dibela selalu benar dan kadang-kadang cuma dibenarkan. Sedangkan pihak lain selalu disalahkan atau dibikin seolah olah salah. 

Kondisi seperti itu jelas sebuah petaka. Semoga apa yang terjadi di peristiwa politik 2024 tak lagi menjatuhkan kredibilitas media hanya sebagai corong politik para kepentingan. 

Persoalan kepemilikan media memang sudah lama Diprohatinkan. Kadang kadang pemilik media terlalu jauh mendikte untuk kepentingan bisnisnya dan kepentingan politik nya belaka. Rakyat menjadi pihak paling dirugikan. 

Saat ini, di tengah situasi kematian kepakaran, harusnya media membangun dan menebarkan cara berpikir sehat. Media harus mampu menghadirkan pemberitaan untuk kepentingan yang utama. 

Ada seorang murid saya yang baru lulus kuliah. Setelah mentok ke mana-mana, akhirnya dia melamar menjadi penulis berita. Sengaja saya sebut penulis berita karena memang dia dibayar hanya dari seberapa jumlah klik pada berita yang ditulisnya. 

Apakah ada editornya? Dia hanya tersenyum. Entah apa maksudnya. Tapi kelihatannya memang tak ada penyuntingan berita yang masuk. 

Ketika banyak media online seperti itu, maka peran media seperti Kompas menjadi begitu penting. Jurnalisme tidak dilipat hanya demi klik. 

Semoga akal sehat tidak dibumihanguskan politik kotor 2024. Untuk Indonesia yang lebih baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun