Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kita Nikmati Waktu Belajar

27 Oktober 2022   06:32 Diperbarui: 27 Oktober 2022   06:51 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Diolah kompasiana dari Dok: Pintek via kompas.com)

Ada juga memang, guru yang waktu mengajar di kelas gak jelas ngomongin apa saja, terus pas anak pulang dikasih PR setumpuk. Ada juga sih, guru yang kedemenan meringkas buku sehingga setiap minggu selalu saja ada tugas meringkas buku. 

Eh, ada juga loh orang tua yang membisiki gurunya agar anaknya dikasih PR sehingga gak main HP melulu saat di rumah dan selalu menolak belajar karena tak ada PR. Ada juga sih, orang tua yang selalu cerita dengan wajah sangat bangga kalau setiap malam anaknya rajin banget mengerjakan PR di kamarnya, bahkan kadang dilakukan anaknya hingga larut. 

Ada kan anak murid yang menghampiri gurunya minta dikasih soal yang susah untuk melatih otaknya biar tetap bekerja dengan baik. Ada juga sih, anak yang datang ke guru minta PR tapi sedikit saja karena hanya biar bisa mengelabuhi orang tuanya. 

Macam macam jenis PR kan? 

Secara aturan sendiri, guru boleh memberikan tugas kepada peserta didik dengan durasi waktu pengerjaan setengah dari jam belajar si anak di sekolah. Artinya, jika seorang anak mendapatkan jam belajar bahasa Indonesia 6 jam pelajaran atau 6 x 40 menit (4 jam normal) maka guru hanya boleh memberikan tugas separuhnya atau pekerjaan yang dapat diselesaikan selama 2 jam. Tak boleh lebih. 

Lalu untuk apa ada PR? 

Tak ada yang bisa menjawab dengan pasti. Setiap guru, setiap kepala sekolah, setiap kepala dinas, setiap menteri pendidikan akan menjawab berbeda-beda.  Kenapa, karena memang PR itu memiliki ketidakjelasan fungsi dan tujuan. 

Kurikulum sendiri dibuat sudah dengan ukuran yang terukur. Artinya, materi A dalam kurikulum akan dapat dipelajari dalam waktu yang sudah ditentukan. Artinya lagi, jika guru mampu memanaj waktu pembelajaran di kelas, maka tak ada lagi yang perlu di PR kan. 

Untuk apa ada PR jika kompetensi sudah dikuasai selama pembelajaran? 

Terkadang, sekali lagi terkadang, dalam satu kelas pasti ada anak yang cara belajarnya cepat, ada anak yang cara belajarnya biasa saja, dan ada juga anak yang cara belajarnya lambat. Untuk anak yang cara belajarnya cepat, biasanya si anak sendiri yang ingin mendapatkan materi pengayaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun