Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Menghina Presiden

17 Agustus 2021   07:12 Diperbarui: 17 Agustus 2021   07:32 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menghina itu gampang. Karena semua orang pasti memiliki kelemahan.  Akankah, kita berfokus pada kelemahan orang lain, sehingga lupa dengan kelemahan diri sendiri? 

Usahakan untuk tidak menghina orang. Siapa pun mereka. Jika mereka seorang gembel yang secara lahiriah sering dianggap sebagai kehidupan yang hina. 

Apalagi menghina pemimpin kita sendiri. Seorang ketua RT adalah seorang pemain pemimpin. Seorang kepala desa, seorang camat, seorang bupati, seorang gubernur, apalagi seorang presiden. 

Mereka tentu tidak bisa memenuhi harapan semua orang. Mereka juga tentunya sudah bekerja sesuai dengan apa yang mereka bisa. 

Toh, sudah ada mekanisme yang disediakan dalam sebuah negara demokratis.  Paling tidak, setiap 5 tahun sekali akan ada penilaian dari rakyat yang dipimpinnya. 

Menghina sering diidentikkan dengan kritik. Padahal, kritik dan penghinaan sudah tampak jelas perbedaannya. Karena kritik dialamatkan pada kebijakan sedangkan penghinaan tertuju pada sosok. 

Penggunaan foto atau gambar Presiden Jokowi yang ditambahi dengan hal negatif tentangnya tentulah sebuah penghinaan. Misalnya dengan tulisan sebagai raja kebohongan. 

Demikian juga, ketika hal yang sama dialamatkan kepada Anies Baswedan. Kenapa dua sosok itu sebagai contoh?  Karena kedua sosok itulah yang saat ini didukung oleh kelompok berbeda. Penghinaan terhadap Anies biasanya diindikasikan kelompok Pro Jokowi. Sedangkan penghinaan terhadap Jokowi diidentifikasi sebagai kelompok Pro Anies. 

Kepentingan politik buta hanya mampu melihat kebaikan pemimpin pujaannya. Demikian juga sebaliknya, hanya mampu melihat sisi negatif sosok di luar kelompoknya. 

Sudahilah penghinaan terhadap sosok,. Mari kita fokus pada kebijakan pemimpin sebagai titik pijak sebuah kritik. Kebijakan Anies bisa merugikan kelompok tertentu. Kritik lah. Kebijakan Jokowi juga pasti tidak sempurna. Kritiklah. 

Jika hidup kita seperti itu, maka kehidupan bernegara dan berbangsa pun akan semakin baik.  Tak ada lagi ribut ribut yang tidak perlu. Tenaga bisa difokuskan pada kemajuan bangsa. 

Berkarya dalam sisi positif akan lebih baik. Dalam artian, karya bernilai luhut tentu mengandung kritik yang tidak murahan. Kritik yang menghujam tapi tidak melukai siapa pun. Kritik yang berujung pada kebaikan bersama. 

Terlalu gampang untuk menghina seseorang. Bahkan tak perlu capek capek berpikir untuk sebuah penghinaan. Akankah kita terus terpuruk pada hidup rendahan seperti itu? 

Kita adalah bangsa besar. Bangsa yang selalu melihat kebaikan setiap warganya. Menghargai setiap pengorbanan yang sudah mereka berikan. Walaupun hanya setitik debu yang bisa saja terbawa terbang oleh angin. 

Mari berkarya untuk negeri. Dirgahayu ke-76 Republik Indonesia! Jayalah Negeriku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun