Ketika kamu merasa sendiri, apa yang kamu pikirkan?Â
Malam begitu larut, masih ada suara anak-anak main di jalanan depan rumah. Sejak pandemi, beberapa anak main di jalanan setiap malam. Mungkin mereka bosan juga kalau harus du dalam rumah selama hidupnya.Â
Dan aku masih melihat sebuah cermin yang di pinggirnya sudah retak.Â
Dulu, aku tak pernah tidur selarut ini. Karena kamu pasti akan mengingatkan aku tentang waktu. Ada waktu tidur sebagai hak tubuh yang kian renta.Â
Dulu, aku akan berbaring di sebelahmu karena tak ingin membuatmu kecewa. Meskipun tertidur juga, tapi aku harus bersabat untuk menundukkan mataku yang kian bandel.Â
Perjalanan waktu akan sampai juga.Â
Kamu sudah sampai tiga tahun lalu. Ya, malam ini adalah tepat malam yang sama di tiga tahun lalu. Aku tidak pernah lupa.Â
Kamu pamit tidur lebih dulu karena merasa tak enak badan. Aku masih belum bisa menemanimu karena ada pertandingan bulu tangkis antara Gresia Polii yang berpasangan dengan Apriyani melawan ganda perempuan dari China.Â
Sudah lama rasanya negeri ini tidak bisa bersaing dengan pemain pemain China. Malam itu, aku terpesona dengan penampilan dua srikandi tersebut.Â
Ketika aku hendak menyusulmu, kamu tampak begitu tenang. Hanya saja, dadamu yang biasa naik turun, malam itu tampak diam saja. Tak ada suara nafasmu.Â
Dan, kamu memang sudah sampai lebih dulu pada ujung waktu. Matahari sudah selesai menemanimu berjemur setiap pagi.Â
Aku merasa jika malam ini, aku juga sudah sampai batad waktu. Mungkin terlalu lama kamu menunggu. Tapi, semuanya sudah ada yang mengatur nya.Â
Pelan pelan aku baringkan tubuh ringkih ini. Minyak wangi yang selalu kau siapkan untuk sudah kupakai.Â
Aku sudah tak bisa menahan rindu.Â