Waktu mahasiswa dulu, paling mengidolakan Gus Dur. Apalagi ketika beliau berjuang di Kedung Ombo bersama Romo Mangun. Apalagi ketika beliau mendirikan Forum Demokrasi untuk menghadang ICMI yang dianggapnya sektarian.Â
Apalagi ketika muktamar NU Cipasung beliau sengaja ingin disingkirkan oleh Rezim Soeharto yang tidak menyukai lagi terhadap perjuangan Gus Dur padahal sempat mesra ketika NU yang dimotori salah satunya Gus Dur untuk menerima asas tunggal Pancasila. Sehingga sempat tegang juga di PBNU sendiri.Â
Tak ada benda benda kesayangan sebagai wujud pengidolaan. Pengidolaan waktu itu adalah melalap pemikiran Gus Dur hingga tuntas. Titik. Karena pengidolaan nya memang pada pemikiran beliau yang super canggih dalam menghadapi setiap krisis.Â
Bagi generasi muda NU, Gus Dur adalah dewa pembimbing dalam berpikir secara baik. Dari Gus Dur lah generasi muda NU mendapatkan pencerahan yang sangat dalam.Â
Jika pada saat ini gairah pemikiran di NU cukup berkembang baik, karena landasan nya sudah dibangun sejak tahun 90-an, bahkan 80-an oleh seorang hebat bernama Gus Dur.Â
Sekarang ada satu tokoh yang puisi puisinya merasuk dalam hati. Sebetulnya juga sudah sejak mahasiswa sih. Sudah membaca bukunya seperti Perahu Kertas.Â
Akan tetapi, akhir akhir ini baru mulai gemar mengumpulkan buku buku puisi dan novelnya. Puisi puisi memang beda. Apalagi novelnya.Â
Dan beberapa buku sudah tertumpuk jauh sehingga agak perlu waktu untuk mencarinya lagi. Yang jelas, kalau ditanya buku karya Sapardi Joko Damono, pasti ada.Â
Bahkan saking semangatnya, ada beberapa buku yang punya dobel. Tak apa, kujadikan hadiah untuk teman.Â