Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Air Mata Itu

1 Juni 2021   10:38 Diperbarui: 1 Juni 2021   11:19 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak. Aku tak ingin kau membuang buang air mata itu. Terlalu mahal air matamu hanya untuk persoalan sepele. 

Iya. Dia harusnya menjadi persoalan sepele untukmu. Tak ada manfaatnya sedikit pun jika kau tetap mempertahankan dia. Kau justru akan ditimpa oleh penderitaan yang silih berganti. 

Kau telah meminum racun kalau tetap tak bisa berpikir jernih. Ada persoalan di hati kamu yang harus kau sembuhkan terlebih dahulu. Dan kau harus menyadari itu. 

Tanpa kau sadari semua upaya akan menjadi sia sia.  Kau akan tetap seperti itu. Kau akan terkurung dalam dua dunia. Duniamu sendiri dan dunia dia. 

Mundurlah sedikit untuk bisa melangkah ke depan lebih banyak. Renung renungkanlah sekadar beberapa saat. Toh, kita diberi Tuhan akal untuk menghadapi kejadian seperti ini. Tuhan selalu memberikan potensi untuk menghadapi semua tantangan yang ada dalam setiap detik kehidupan kita. 

Aku sangat menyayangimu? Iya. Tidak bisa kubantah. Semua orang tahu. Kamu juga tahu, tapi selalu berusaha untuk tidak mau tahu. Tak apa. Karena aku memang tak ingin melukai memiliki kamu. Apalagi kalau hanya ingin memiliki tubuhmu. Tidak. Tidak seperti itu. 

Jadi, jangan berprasangka aku membantumu karena mengharapkan sesuatu yang akan diberikan oleh mu. Apalagi kalau kamu kemudian terpaksa belaka. 

Teruskan hidupmu. Hidup yang membuatmu bahagia. Kebahagiaan mu itulah yang membenihkan kebahagiaan dalam hidupku. Itu saja. Titik. 

Hapus air matamu itu. Terlalu mahal air matamu kalau hanya untuk orang yang telah membuat mu luka. Terlalu mahal. 

Lihatlah matahari pagi itu. Selalu memberikan keceriaan yang sudah teramat lama kamu lupakan. Saatnya kini kamu kembali. Menatap pagi dengan senyuman paling abadi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun