Waktu saya sekolah dulu, berita yang muncul adalah pelarangan dengan paksa terhadap siswi yang berjilbab. Tuduhan tuduhan dilancarkan kepada siswi berjilbab. Bahkan dalam pengambilan foto untuk rapor atau ijazah, siswi dipaksa melepas jilbabnya. Mereka yang ingin mengamalkan perintah agamanya dianiaya pemerintah.Â
Waktu memang zaman rezim Orde Baru. Ketika itu Orde Baru masih ketakutan dengan sesuatu yang berbau agama. Kebetulan salah satu partai yang sempat menang di Jakarta sebagai ibukota negara adalah PPP. Partai yang menyebut dirinya representasi dari Islam. Sementara, pemerintahan oleh Golkar.Â
Reformasi telah mengubah banyak hal. Termasuk pemakaian jilbab ini. Pemakaian jilbab yang tadinya dilarang dan diteror menjadi bebas. Banyak siswi menggunakan jilbab di sekolah dengan bebasnya.Â
Sesuatu yang membanggakan.Â
Jilbab untuk siswi seharusnya tidak usah diatur dalam aturan sekolah. Karena tak mungkin ada aturan lebih tinggi dalam rujukan nya.Â
Artinya, jilbab silakan pakai bagi yang mau memakainya. Jangan dilarang. Pelarangan pemakaian jilbab berarti melanggar hak asasi.Â
Demikian juga sebaliknya. Siswi yang tidak mau atau tidak bersedia memakai jilbab jangan dipaksa dengan mengatasnamakan aturan sekolah. Biarkan saja siswi yang tidak mau memakai jilbab untuk tidak memakai jilbab. Pemaksaan pemakaian jilbab, sama melanggarnya dengan mereka yang melarang pemakaian jilbab.Â
Siswi beragama Islam belum tentu bersedia memakai jilbab. Jangan dipaksa. Apalagi untuk mereka yang non-muslim.Â
Kejadian yang sedang viral di Sumatera Barat harusnya tak terjadi jika pihak sekolah menyadari akan esensi aturan. Aturan sekolah harus memiliki rujukan aturan yang lebih tinggi. Misalnya ada peraturan menteri pendidikan. Di samping itu, aturan sekolah harus bersifat adil. Artinya menghormati hak seseorang untuk mengekspresikan diri. Artinya, biarkan yang berjilbab, biarkan pula yang tak berjilbab. Keharusan berjilbab untuk semua anak cenderung melanggar hak seseorang.Â
Jangan sampai jilbab menjadi persoalan. Karena pendidikan bukan persoalan pakaian yang harus dikemukakan. Kemampuan berpikir kritis harus lebih didahulukan.Â