Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar: Antara Kreativitas Guru dan Kebahagiaan Peserta Didik

30 Agustus 2020   11:41 Diperbarui: 30 Agustus 2020   11:36 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketiga, RPP cukup satu lembar.  Apa sih yang dimaksud dengan RPP selama ini?  Hanya bukti administratif.  Guru tak pernah bikin RPP sendiri, cukup kopi paste.  Cukup punya, walau entah mendapatkannya dari mana.  Sehingga, jangan terlalu heran jika kemudian muncul para pedagang RPP berkeliling ke sekolah-sekolah menjajakan dagangannya berujud RPP yang sudah jadi.

Bagaimana guru memahami RPP jika membuatnya saja tak pernah?

Hal ini terjadi karena RPP yang terlalu membebani.  Guru yang sudah harus mengajar dengan jam mengajar cukup banyak karena keharusan agar mendapatkan uang sertifikasi sesuai aturan kementerian yang sudah mematok minimal jam mengajar, di sisi lain, guru juga harus melakukn penilaian yang semakin njlimet sesuai aturan kementerian, tetap harus membuat RPP yang hingga 13 komponen tersebut.  Maka, jalan pintas menjadi wajar dilakukan guru untuk menyiasati waktu mereka yang sudah habis.  Membeli RPP.

Padahal RPP seharusnya menjadi jiwa dalam pembelajaran.  RPP harusnya menjadi ruh sebuah proses di kelas.  RPP menjadi sebuah perencanaan matang yang sangat berkonteks di kelas masing-masing.  Tak ada RPP yang sama untuk semua guru.  Bahkan untuk guru yang mengajar mapel yang sama di sekolah yang sama.  Karena setiap kelas dan setiap peserta didik memiliki karakteristiknya masing-masing yang tak boleh diabaikan oleh seorang guru dalam proses pembelajaran di kelas.

Jika guru membuat RPP sendiri.  Guru mendasarkan pada konteks kelasnya masing-masing.  Mendasarkan pada perkembangan masyarakat di lingkungannya.  Maka, guru sangat bisa mengeluarkan kreativitasnya masing-masing.  Guru akan dicintai oleh peserta didiknya karena mampu membangun harapan yang sesuai dengan harapan mereka dalam proses pembelajarannya. 

RPP satu lembar jelas menjadi sebuah jalan keluar yang sangat bagus untuk meningkatkan keativitas guru.  Karena guru sudah tidak terbelenggu hanya pada tuntutan adminkistratif belaka.  Guru bisa melanglang, mengeluarkan segala potensi yang dimilikinya.

Keempat, menuju zonasi yang berkeadilan.  Guru pandai tak seharusnya berkumpul di sekolah yang memiliki fasilitas lengkap dan peserta didik yang rata-rata dari orangtua mampu.  Guru hebat harus dididtribusikan ke seluuruh sekolah.  Sehingga setiap sekolah dapat berlari bersama.

Peserta didik yang dizonasikan dan guru yang diredistribusi akan menjadikan setipa sekolah menjadi sekolah yang hebat.  Tak ada lagi kastaisasi sekolah.  Tak ada lagi ada perbedaan perlakuan yang diskrimkiatif.

Setelah "Merdeka Belajar"

Solusi "Merdeka Belajar" baru menjadi langkah pembuka menuju pendidikan nasional yang bermutu.  Harus ada langkah-langkah lanjutan yang lebih untuk membangun pendidikan nasional bermutu tersebut.

Pertama, menciptakan suasana belajar di sekolah.  Sekolah bukan hanya menjadi ajang pembelajaran bagi peserta didik.  Sekolah juga harus menjadi ajang belajar para gurunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun