Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Masih Mau Protes Kenapa Sekolah Belum Dibuka?

12 Agustus 2020   05:41 Diperbarui: 12 Agustus 2020   05:42 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi tumbuh minus 5 persen.  Bukan persoalan biasa. Ini persoalan yang jelas maha dasyat, jika tidak segera ditangani dengan baik atau salah penanganan. 

Pariwisata sebetulnya memang hendak dijadikan primadona seandainya tak mendadak muncul covid yang mematikan ini. Geliatnya juga sudah mulai terasa. 

Jika negara tetangga yang lebih kecil bisa mengandalkan wisata sebagai salah satu sumber devisa yang menggairahkan, kenapa negara dengan potensi wisata berarak dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud sampai Rote wisata nya begitu begitu saja? 

Secara ekonomi, sektor pariwisata memang sangat menjanjikan.  Dampak baiknya juga akan meluber ke masyarakat. Sehingga, tak salah jika sektor pariwisata dijadikan andalan oleh pemerintah mana pun. 

Ketika tempat wisata ditutup, dampak negatif juga melebar ke mana mana.  Bahkan di daerah daerah wisata seperti Bali, dampak ekonomi nya sangat dalam.  Cerita cerita tentang bagaimana para pelaku usaha yang berkaitan dengan wisata merana juga cukup banyak. 

Covid ini belum jelas dapat ditundukkan kapan.  Sementara ekonomi sudah kolaps.  Maka, jalan terbaik adalah membuka wisata dengan protokol kesehatan ketat.  Kita bisa dapat ikannya tanpa harus membuat keruh airnya. 

Pembukaan tempat wisata dengan protokol kesehatan memang menjadi pilihan terbaik walaupun belum maksimal.  Paling tidak, mereka yang bergantung secara ekonomi terhadap pariwisata dapat sedikit bernafas lega. 

Jumlah mereka yang bergantung terhadap pariwisata jutaan orang. Pembukaan dengan protokol kesehatan ketat, paling tidak dapat menyelamatkan jutaan orang tersebut. 

Ada sih yang mengkhawatirkan pariwisata atau tempat wisata menjelma sebagai kluster baru penyebaran covid.  Wajar kritik itu.  Karena orang orang tertentu sering tak bisa disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.  Akan tetapi, jika kesadaran bersama tentang pentingnya protokol kesehatan dalam pelaksanaan pembukaan tempat wisata sudah terpateri baik dalam hati masing-masing, diharapkan ada saling mengingatkan jika terlihat sikap sembrono di antara mereka sendiri. 

Kedisiplinan menjadi kata kunci yang harus dipegang bersama. Jika benar benar muncul kluster baru dari tempat wisata, mau tak mau pemerintah harus menutup kembali tempat wisata tersebut hingga ditemukan penyebab penyebaran nya dan juga ditemukan penanggulangan nya. 

Bantuan pemerintah memang sangat ideal. Tempat wisata tidak boleh buka sampai benar benar aman. Selama belum dibuka, semua orang yang kehidupan ekonominya bergantung pada sektor pariwisata yang ditutup tersebut menjadi tanggung jawab negara. 

Akan tetapi, di tengah ekonomi yang pertumbuhannya minus hingga 5 persen lebih, tak mungkin pemerintah bisa menanggung beban tersebut.  Masih banyak hal lain yang dirasa lebih penting oleh pemerintah juga sudah menunggu bantuan pemerintah. 

Demikianlah logika di balik pembukaan tempat wisata.  

Oleh karena itu, jangan protes pembukaan sekolah dengan logika pariwisata.  Sekolah jika belum dibuka tak mengganggu ekonomi siapa pun. Guru tetap digaji, walaupun dipotong 50 persen. Siswa juga tak terganggu ekonomi nya, paling paling terganggu jumlah uang saku nya. 

Mungkin hanya beban kuota yang demikian santer diteriakkan.  Walaupun kalau dihitung dengan perbandingan uang transportasi dan jajan ketika tatap muka juga masih sangat lebih kecil. 

Anak anak mulai terganggu secara psikologis karena kelamaan di rumah.  Akan tetapi, jika anak masuk sekolah apa juga tidak menjadi beban psikologis bagi orang tuanya? 

Sangat beda toh? 

Jangan lagi dong membandingkan pembukaan tempat wisata dengan sekolah. Logika nya jauh panggang dari api. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun