Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korona dan Musibah dalam Sebuah Dongeng

24 Maret 2020   12:30 Diperbarui: 24 Maret 2020   12:41 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seekor belakang kelaparan. Tak memiliki makanan untuk dimakan.  Nyaris pingsan. Belalang datang ke rumah semut.  Belalang minta dikasihani. Belalang tahu bila semut memiliki banyak makanan. 

Seekor kancil terjebak di sebuah lubang yang cukup dalam.  Kancil tak mungkin keluar dari lubang tersebut. Kancil sudah berteriak teriak minta tolong, tapi tak ada satu binatang pun yang mau menolongnya. 

Macan itu terjebak dalam jerat. Macan kuat, memang. Tapi, ketika salah satu kakinya terjerat, tenaga dan kekuatan yang dimilikinya seakan tak berguna sama sekali. 

Dalam setiap dongeng selalu si tokoh terjebak dalam sebuah masalah.  Dan persoalan yang dihadapi tokoh dalam dongeng pasti disebabkan kesalahan dirinya sendiri. 

Belalang kelaparan karena dia malas bekerja ketika musim kemarau sehingga kelaparan di musim hujan.  Kancil tak ada binatang lain yang mau menolong nya karena teman teman kancil tahu sekali setiap berbaik hati terhadap kancil makan selalu dibohongi.  Macan selalu menyombongkan kekuatan yang dimilikinya.  Seolah-olah, kekuatan itu tak akan ada yang bisa menandinginya. 

Ada pesan moral yang sangat dalam di dalam dongeng dongeng tersebut.  Artinya, jika tak ingin bermasalah maka kita harus sering bercermin diri. 

Apa relevansinya dengan korona yang saat ini sedang melanda jagat ini? 

Korona adalah kesalahan kita.  Kita sering abaikan terhadap kesehatan.  Seolah-olah, kesehatan sudah merupakan sesuatu yang terberikan.  Padahal seperti makanan yang tak dimiliki Belalang, kesehatan harus diusahakan sebagaimana makanan juga tak akan datang sendiri tanpa usaha. 

Korona adalah sikap kita yang tak memandang kejujuran sebagai inti kehidupan.  Bahkan banyak persoalan yang hadir dari sebuah titik awal ketidakjujuran kita sendiri.  Kita sering memanipulasi banyak hal demi kepentingan sesaat.  Seperti kancil yang kemudian kehilangan kredibilitas nya di mata teman teman nya.  Seharusnya, pemimpin kita juga berlaku jujur, sehingga rakyat percaya setiap apa yang dikatakan mereka. Bukan malah meledeknya karena berprasangka pasti akan dibohongi untuk kesekian kali. 

Sombong itu tak pernah diperbolehkan. Kesombongan akan melenakan.  Macan yang sombong akan terjebak akibat kesombongannya.  Setiap kesombongan pasti akan melahirkan sikap ketidahhayihatian belaka. 

Negara ini besar, tapi tidak bisa di sombongkan tak mungkin terpapar korona.  Korona bisa menukik ke mana saja. Apalagi pada setiap jengkal kesombongan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun