Usiaku kini sudah melewati angka seket, alias di atas lima puluhan. Â Tapi, dongeng dongeng yang di tanamkan okeh bapak masih selalu terngiang dan kadang menjadi penerang saat bimbang harus memutuskan.Â
Dulu, zamanku kecil tak ada HP, tak ada komputer, dan televisi pun adanya hanya di rumah pak lurah, yang jauhnya dari rumah kira kira 5 kilometer, melewati persawahan yang lumayan angker. Â Sehingga malam hari saat hendak tidur, merupakan saat saat paling dinanti untuk mendengarkan cerita dari bapak.Â
Bapak ku petani dan tak pernah tahu teori pendidikan dalam menanamkan moralitas kepada anak-anak nya. Pendidikan formal tak pernah dienyam. Hanya pernah mondok menjadi santri di pesantren Babakan Lebaksiu, Tegal.Â
Mungkin dari pesantren inilah, bapak ku memahami bahwa dongeng adalah metode paling efektif untuk menanamkan budi pekerti pada generasi penerus nya.Â
Dongeng yang diceritakan bapak adalah dongeng tentang Nabi- nabi. Bapak bercerita tentang saudara yang seharusnya akur tapi malah berselisih dengan cara curang ketika bercerita tentang Qobil dan Habil. Â Setiap selesai selalu dibarengi dengan nasihat, "kalian nanti harus saling membantu sesama saudara".
Sampai sekarang jika ada sedikit perselisihan dengan adik atau kakak, yang terngiang adalah pesan bapak setiap akhir bercerita tentang Qobil dan Habil tersebut. Â Emosi menjadi turun. Dan akan diakhiri dengan mengirimi fatihah untuk almarhum bapak.Â
Bapak mendongeng tidak sekali. Â Berkali-kali bercerita tentang Qobil dan Habil hingga seluruh kata kata bapak seakan sudah aku hafal semua. Tapi kami tak pernah bosan.Â
Cerita nabi Idris. Cerita nabi Ayub. Cerita Nabi Daud. Cerita nabi Sulaiman. Cerita Nabi Musa. Cerita Nabi Khidir. Cerita Nabi Isa. Dan tentunya, yang paling banyak adalah cerita tentang Nabi Muhammad.Â
Dan hidupku, kakak kakak ku, juga adik adik ku, selalu dituntun secara moral oleh dongeng dongeng yang didendangkan bapak hampir setiap malam menjelang tidur.Â
Ah, jadi ingat almarhum. Alfatihah.Â