Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pahlawan Toleransi Itu Bernama Riyanto

24 Desember 2019   05:17 Diperbarui: 24 Desember 2019   05:12 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dari NU online

Waktu itu, Natal tahun 2000. Di Mojokerto Jawa Timur. Sekitar pukul 20 malam. Perayaan sudah dimulai.  Jemaat gereja sudah banyak berada di dalam sebuah gereja untuk merayakan Natal. 

Ada berita tentang bungkusan di salah satu pintu gereja yang mencurigakan.  Riyanto, bersama temannya anggota Banser memeriksa bungkusan mencurigakan itu. 

Riyanto yang membuka bungkusan mencurigakan itu kemudian berteriak, "Tiaraaaaap! " sambil membawa bungkusan yang kemungkinan besar sudah diketahuinya sebagai bom di dalam pelukannya. 

Belum begitu jauh, bungkusan yang memang sebuah bom itu meledak dalam dekapan Riyanto.  Tubuh Riyanto pun terberai karena ledakan.  Riyanto meninggal sahid. 

Begitu banyak jiwa diselamatkan oleh seorang pemuda pemberani bernama Riyanto.  Sehingga sudah selayaknya Riyanto mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Toleransi. 

Riyanto merupakan anggota Banser, Barisan Serbaguna.  Organisasi kepemudaan yang berada dalam naungan NU.  Organisasi kepemudaan yang telah turut berjuang di Surabaya bersama Bungkusan Tomo.  Organisasi pemuda yang menjadi garda depan dalam menghadapi PKI di tahun 1965.

Banser memang dibentuk sebagai penjaga NKRI.  NKRI yang telah menjadi sebuah kesepakatan bersama.  NKRI yang beragam.  Dan keberagaman tersebut harus tetap dirawat agar bermanfaat. 

Toleransi bukan hanya berhenti dalam ucapan.  Toleransi harus dipraktikkan.  Dalam keberagaman, toleransi adalah sebuah kewajiban.  Tanpa toleransi, keberagaman yang kita miliki dapat menjadi api dalam sekam. 

Ketika seorang Menteri Agama mengatakan bahwa ada umat yang bersepakat dengan umat lainnya untuk tidak melaksanakan ibadah di suatu daerah tertentu, di negeri tercinta, maka akal sehat akan mempertanyakan hal tersebut. Apakah benar benar sebuah kesepakatan atau sebuah tekanan dari mayoritas terhadap minoritas? 

Dalam beragama, sudah seharusnya tak dilihat dari mayoritas minoritas.  Semua warga negara berhak dan negara tentunya berkewajiban untuk menjaga mereka menjalankan kewajiban beragama nya. 

Ketika ada yang terzolimi, maka negara harus berada sebagai pembelanya. Negara tak boleh diam, apalagi memihak kepada ketidakadilan yang jelas jelas nyata di depan mata.  Apalagi dengan alasan yang sama sekali tak masuk akal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun