Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekali Lagi, Jangan Remehkan Guru

15 Desember 2019   08:12 Diperbarui: 15 Desember 2019   08:17 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan du depan para anggota DPR komisi 10, hati ini melonjak lonjak hampir sepanjang paparan. Baru kali ini ada seorang menteri pendidikan yang betul-betul memahami dunia pendidikan dan sekaligus berani mengembalikan esensi pendidikan pada jalan yang seharusnya. 

Untuk tulisan ini, saya membatasi diri pada pengembalian harkat dan martabat profesi yang pernah dianggap sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa".  Persoalan pendidikan, pada dasarnya bermula dari kebodohan orang orang yang menganggap dirinya pandai tentang pendidikan. 

Dalam peraturan perundang-undangan, guru jelas dimuliakan. Bahkan, apabila dibanding ASN selain guru, guru sudah lumayan lebih sejahtera. 

Pendidikan itu ada di ruang ruang kelas, bukan di kantor kantor dinas pendidikan, bukan di kantor bupati atau gubernur, bahkan tidak di kantor kemendikbud. Ini hal yang harus dipahami betul. 

Jika kita sudah pada posisi benar, artinya menganggap pendidikan berada di ruang ruang kelas, maka otonomi guru harus diberikan dan dijaga. Dengan otonomi penuh, seorang guru diberi kewenangan dan tanggungjawab yang sesuai. 

Kenapa selama ini ada UN atau US dengan diharuskan ditambah BN dibelakangnya? 

Karena para pemegang kewenangan dalam pendidikan selalu meremehkan guru. UN bukan sekedar ujian. UN lebih sebuah ketidakpercayaan pemerintah terhadap eksistensi guru. Guru tak bisa menguji siswa siswanya, maka negara berkewajiban mengambil alih kewenangan penilaian dari para guru yang tak mampu itu. 

US tanpa BN pasti tak mungkin objektif. Oleh karena itu, BN bukan sekadar imbuhan akan tetapi lebih tepat sebagai cermin ketidakpercayaan pemerintah terhadap guru. Sehingga US wajib dibarengi BN. 

Nadiem tidak mau seperti itu. Berkali-kali beliau mengatakan, "Jangan remehkan guru!  Jangan remehkan guru! "

Dan kata kata itu betul-betul menggetarkan hati saya sebagai seorang guru. Mungkin Menteri Menteri terdahulu tahu hal demikian, hanya saja mereka tak seberani Nadiem.  Mereka tetap mendiamkan dan bangga pada saat lembaganya yang seharusnya menjunjung tinggi martabat guru, justru berpuluh tahun merendahkan guru guru. 

Beri kami otonomi, kami bisa melaksanakannya. Beri kami kewenangan, kami pasti akan mempertanggungjawabkan nya. Kenapa kalian selalu menganggap kami bodoh dan tak bisa mengelola pendidikan dengan baik? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun