Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Cebong-Kampret Bersatu Menghajar Anies

4 November 2019   09:12 Diperbarui: 4 November 2019   09:19 4603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto diambil dari wartakota.tribunnews.com

Politik itu biasa.  Berjumpalitan tak tentu arah.  Bersama-sama ke Selatan, eh, tahu-tahu mendadak belok ke Barat, bahkan balik arah ke Utara, itu sih biasa.  Kalau politik dipegang erat-erat bahkan dijadikan pintu masuk sorga, pasti itu bohong besar.  Si pembohong enak-enak di Senayan, rakyat yang dibohongi mati di jalanan demi entah apa yang sudah menjadi keyakinan.

Tak ada yang bisa menyatukan politik kecuali kepentingan.  Coba lihat saja, kenapa semua partai tampak selalu bersatu kalau melawan KPK?  Karena lemabaga anti rusuah ini tak mau pandang bulu.  Mau berbulu tebal kek, mau berbulu tipis, kalau korupsi tetap digelandang ke dalam hotel prodeo. Sehingga calon kopruptor atau koruptor yang kebetulan belum tertangkap akan selalu bersatu padu menghajar KPK sebagai musuh bersama.

Sehingga Jokowi sendiri sebagai presiden dan sebagai kepala negara tanpa partai harus bertekuk lutut menghadapi persatuan partai-partai yang memiliki kepentingan sama yaitu membumihanguskan KPK.

Cebong selalu berdiri bersama Jokowi.  Kampret berdiri di belakang Prabowo.  Kepentingan berbeda.  Sehingga wajar kalau saling maki dan saling merasa benar sendiri.  Mereka bersatu dalam kepentingan Jokowi atau Prabowo.  Tidak peduli apa pun kecuali menjadikan salah satunya duduk di Medan Merdeka Utara.

Lalu, Jokowi dan Prabowo tahu-tahu memiliki kepentingan bersama.  Atau lebih jelasnya, Gerindra dan PDIP memiliki kepentingan bersama untuk tahun 2024.  Mereka pun akhirnya bersatu.  Prabowo mau menjadi anggota kabinet Indonesiau maju yang dipimpin rival waktu pemilu, Jokowi.  Rada aneh memang, tapi kepentingan sama, lagi-lagi kepentingan yang sama telah menyatukan perpolitikan keduanya.

Cebong dan kampret lebur.

Cebong tetap aman, karena Jokowi telah menjadi presiden.  Sedangkan kampret memiliki dua sosok simbol.  Pertama, jelaslah prabowo.  Kampret inilah yang mati-matian membela prabowo.  Kedua Anies Baswedan.  Orang nomor wahid di DKI ini selalu digadang-gadang sebagai calon presiden oleh para kampret pada tahun 2024. 

Sehingga, pendudukung Anies selalu berhadapan dengan pendukung Jokowi.  Selalu saja terjadi perbendturan dan beda tafsir pada setiap momen yang melibatkan Jokowi sekaligus Anies.  Bahkan sindiran sekaligus sanjungan di sisi lain, kepada Anies sebagai gubernur rasa presiden selalu bermunculan.

Masuknya Prabowo menjadi menhan pada KIM, jelas membuat kampret terbelah.  Ada separuh yang memahami langkah Prabowo dan menganggap perjuang politis sudah selesai dan tinggal perjuangan dari Senayan.  Tapi ada juga separuh yang kecewa. Dan separuh yang kecewa ini berlindung di bawah Anies.  Berjuang di belakang Anies.  meninggalkan Prabowo yang dianggapnya sudah berkhianat dan a di belakang Anies sebagai simbol perlawanan baru.

Kampret denmgan demikian sudah melebur menjadi satu dengan Cebong.  Gerindra bahkan terkadang sudah menjadi juru bicara pemerintah jika ada permasalahan dengan kemenhan.  Gerindra tidak melakukan hal yang sama jika serangan ditujukan kepada KKP, walau di KKP juga diduduki oleh kader Gerindra.  Hal ini, tentu karena menhan diduduki oleh orang paling kuat di Gerindra dan merupakan marwah Gerindra.

Lalu, cebong dan kampret yang sudah bersatu ini mau apa?

Fenomena barunya adalah serangan mereka kepada Anies Baswedan.  Walaupun masih tampak agak malu-malu, perintah untuk bersikap kritis oleh Prabowo terhadap Anies dudah mulai terasa.  Paling tidak, Gerindra tidak membela Anies sebagaimana mestinya.  Dan upaya Nasdem menjalin komunikasi dengan PKS dan partai-partai opoisi dicurigai sebagai upaya perlawanan terhadap kemungkinan koalisi PDIP - Gerindra pada 2024.  Dan Anies sepertinya hendak digadang koalisi Nasdem ini.  Pantaslah jika Gerindra mulai mengambil jarak dengan Anies.

Persoalan APBD DKI tahun 2020 dapat menjadi gambaran persatuan Cebong Kampret dalam menghajar Anies.  Perbenturannya sudah mulai terasa antara dua koalisi yang akan bertarung tahun 2024 nanti.  Jika Anies bisa memblok hajaran cebong kampret, bukan suatu yang mustahil, dia mulus menjadi simbol koalisi oposisi untuk tahun 2024.  Tapi, kalau Anies kalah dan tampaknya memang mulai keteteran, maka dia sudah pasti akan ditinggalkan oleh koalisi oposisi dan selesailah karier politikinya hanya sebagai gubernur DKI.

Selama bersilat di lapangan baru dengan permainan baru menuju 2024.  Cebong kampret sudah mulai bersatu menghajar siapa pun yang di luar kepentingannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun