Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benahi Guru, Titik!

1 November 2019   17:18 Diperbarui: 1 November 2019   17:26 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan itu toh pada dasarnya cuma permasalahan guru.  Pendidikan bermasalah karena gurunya bermasalah.  Dan pendidikan akan menjadi baik dan benar jika gurunya berjalan pada jalan yang lurus.  Tak ada kata lain, jika ingin membenahi pendidikan, ya benahi guru-gurunya.

Selama ini, persoalan perguruan tak pernah diurus selasai.  Selalu dijadikan gincu doang.  Sertifikasi juga cuma main-main doang.  Kalau tak ada hasil yang signifikan seperti dikeluhkan Bu Sri Mulyani, ya, memang wajar.  Tak jelas arah program sertifikasi tersebut.

Guru adalah pegawai terbanyak.  Menurut perkiraan bisa sampai 5 jutaan, negeri dan swasta.  Bahkan bisa lebih.  Kan data di negeri ini juga selalu berubah-ubah sesuai kebutuhan.  Data guru pun tak pernah pas.  Jadi ingat peritiwa kelebihan bayar untuk sertifikasi guru.

Selama ini, guru juga menjadi tidak jelas kedudukannya.  Secara administratif gyuru adalah pegawai pemda, tapi pemda tak pernah dan tak mau mengadakan sekedar pelatihan untuk guru karena hal demikian dianggap tanggung jawab kementerian.

Nadiem Makarim menjadi harapan.  Jika benar-benar Nadiem ingin memperbaiki pendidikan, maka jangan memikirkan gedung sekolah terlebih dahulu, pikirkanlah persoalan perguruan yang masih morat marit ini.

Kurikulum boleh berubah, tapi tanpa guru yang bisa mengajar sesuai kurikulum atau dapat mengajar dengan baik, maka biaya besar perubahan kurikulum kan menjadi sesuai yang sia-sia bahkan hanya meneguhkan apatisme masyarakat yang sudah muak dengan ganti meneteri ganti kurikulum pula.  Apalagi, perubahan kurikulum selalu harus diikuti pelatihan baru bagi jutaan guru.  Padahal, kurikulum 2013 saja masih belum jelas pada tahun 2019, diusianya yang sudah mencapai 6 tahun.

Problem guru memang banyak, misalnya, tak pernah mendapat pelatihan.  Problem ini yang sering dialami oleh guru-guru di kampung-kampung atau pelosok negeri.  Sehingga, jangan khawatir kalau Anda menemukan guru mengajar dengan Kurikulum 94 di tahun 2019 karena memang mereka tak pernah mendengar tentang kurikulum itu, apalagi mendapat pelatihan akannya.

Kedua, guru yang berpikir kolot.  Guru yang demikian, diberi pelatihan berpuluh kali pun akan kembali seperti biasa ketika kembali ke ruang kelas.  Ngoceh dan ngoceh sampai siswanya bosen karena sudah hafal apa yang akan diterimanya pada esok hari.  Problem ini biasanya ada di perkotaan. Jangan heran jika kurikulum apa pun selalu sama ketika ada di kelas.

Ketiga,pimpinan sekolahnya kolot.  Perubahan yang akan dan dilakukan oleh guru dianggap sebagai anomali.  Kreativitas dianggap sebagai mengada-angada sehingga dicurigai tidak mengikuti pakem yang ada.  Bahkan kadang dikritik dan di anggap mbalelo.  Sehingga guru pun akhirnya lebih senang mengajar seperti biasa.

Nadiem harus membenahi itu semua.  Jika gurunya sudah oke, apa pun resepnya, pasti akan sedap rasanya.  Jangan nunggu waktu lagi. Kondisi guru sudah darurat.  Keburu segalanya terlambat.

Saya belum ngebahas soal guru honor ya.  Ini lebih memusingkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun