Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kota Tanpa Lampu Merah

19 Juni 2019   19:59 Diperbarui: 19 Juni 2019   20:09 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertama kali aku je kota ini,  aku tak begitu memperhatikan jika kota ini tak ada lampu merah nya. Baru pada kunjungan kedua, aku merasakan keanehan ini. 

Semua jalan tak ada yang berpapasan karena membutuhkan lampu merah. Kalau pun ada yang harus berpapasan, maka dibuat lah sebuah jembatan. 

Hanya saja,  selama satu minggu di kota itu,  aku hanya menjumpai satu jembatan di jalan berpapasan.  Tak ada lagi. Dan itu hanya ada di pinggiran kota. 

Warga kota itu memang tertib.  Setiap pagi mereka berangkat bekerja hampir bersamaan dengan anak anak mereka yang masih sekolah.  Dan hampir semua keluarga mempunyai mobil.  Anak anak sekolah berangkat bersama ayahnya.  Karena di kota itu,  seorang ibu harus tinggal di rumah. 

Setiap pagi,  semua warga berjalan ke arah yang sama.  Tak ada warga yang beda arah.  Sehingga setiap jalan hanya dilalui oleh mobil dengan arah yang sama. 

Kalau tak ada macet,  maka wajar sajalah.  Tak ada pelancong.  Kalau ada juga dapat dihitung dengan jari. 

Karena pelancong pasti akan tersiksa di kota itu.  Ketika pagi, mereka mau apa dan je mana  kalau penduduk asli kota tersebut,  semua nya bekerja. 

Aku juga cukup menderita.  Untung ada hari Minggu, hari libur,  hari ketiga keluarga ada yang dapat jatah liburan.  Saudara ku kebetulan liburan.  Sebetulnya bukan kebetulan juga.  Saudara ku sudah merencanakan nya. 

Di kota itu tak ada polisi.  Selain tak ada kemacetan,  tak ada gangguan keamanan dalam bentuk apa pun.  Semua sudah diatur. 

Yang terkena persoalan justru aku.  Hatiku tertambat di hati tetangga saudara ku.  Aku kan orang nya urakan.  Aturan apa pun,  bagiku hanya sesuatu yang harus dilanggar

Terus bagaimana nanti aku hidup di kota ini?  Kota tanpa lampu merah? 

Aku jadi mikir.  Hidup teratur banget juga membosankan. 

Entah,  Elu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun