Aku lempar lagi dengan batu yang agak besar. Â Nyaris kena kepala nya. Dia menghindar. Tapi tetap diam saja.Â
Pengin aku lempar dengan balok, namun nurani ku berkata, jangan. Â Maka aku kembali masuk rumah.Â
Besok saja aku tanya kan kepada yang punya anjing. Â Besok hari Minggu, biasanya dia jalan pagi sambil mengajak anjingnya.Â
Saat pagi justru terdengar ribut ribut di rumah tetangga ku.Â
Sudah banyak orang di rumah tetangga. Â Masih orang satu komplek.Â
"Ada apa? " tanyaku pada Warto.Â
"Anjingnya mati. Â Kepala nya pecah, Â seperti nya ada orang yang melempari kepala nya, " jawab Warto sambil begidig membayangkan kekejaman orang yang telah membunuh anjingnya.Â
"Anjing itu memang sudah tak bisa menggonggong, atau lebih tepatnya tak mau menggonggong. Â Sudah satu minggu anjing itu mogok menggonggong. Â Tapi tega juga orang yang memecahkan kepala nya. Â Otaknya sampai keluar berantakan., " Sambung Warto.Â
Aku bingung sendiri. Â Karena semalam aku hanya melempari nya dengan kerikil dan batu agak besar tapi tak mungkin sampai memecahkan kepala nya.Â
Tapi, Â jangan jangan anjing itu bunuh diri karena tak mau menggonggong lagi. Â Anjing yang tak menggonggong memang anjing yang telah kehilangan keanjingannya. Â Anjing tanpa keanjingan sama dengan manusia yang tanpa kemanusiaan.Â
Ah, Â aku ingat anggota DPR yang kemarin aku tusuk namanya tanggal 17 April. Â Wajah dia mirip anjing tetangga ku yang kepala nya pecah itu.Â
Ini jelas bukan mimpi.Â