Persoalan mutu sekolah bukan di tangan seorang Menteri Pendidikan, apalagi di tangan presiden. Â Mutu pendidikan itu ada di tangan seorang kepala sekolah.Â
Sekolah yang bagus pasti dipimpin oleh kepala sekolah yang bagus pula. Â Demikian juga sebaliknya, Â kepala sekolah yang jelek akan membuat sekolah jelek. Jadi, jangan tanya sekolah jelek ke kepala dinas, Â cukup ke kepala sekolah saja.Â
Persoalan nya, Â kepala sekolah diangkat bukan berdasarkan kemampuan. Â Ketika zaman order baru, Â selalu berdasarkan kedekatan. Â Â
Untuk menjadi kepala sekolah,  ada persyaratan harus sudah pernah menjadi wakil kepala sekolah dan guru yang menjadi wakil,  sudah dapat dipastikan guru penjilat kepada kepala sekolah.  Tak mungkin  guru kritis diangkat (wakil ditunjuk kepala sekolah)  oleh kepala sekolah sebagai wakilnya. Â
Maka kepala sekolah sudah dari awalnya terbibit dari para penjilat, Â maka jangan berharap kepada mereka terjadi perbaikan di dunia pendidikan. Â Kerja mereka cukup menjilat atasan nya, Â maka akan aman kursi empuknya.Â
Kadang ada kepala sekolah yang bagus. Â Rata-rata mereka yang menjadi kepala sekolah karena juara guru berprestasi. Â Dulu Waktu kejuaraan guru berprestasi masih bersih dari jual beli.Â
Kepala sekolah pertama cukup bagus. Â Kepala sekolah kedua, Â brengseknya setengah mati. Hampir semua uang hasil iuran dia embat semua. Â Kebetulan dia hampir pensiun. Â Ada istilah populer untuk menjuluki kepala sekolah yang tinggal hitungan tahun lagi pensiun sebagai "kapal keruk". Karena semua yang akan dikeruk dan dimasukkan ke dalam kantong pribadi nya.Â
Jangan tanya kurikulum. Banyak kepala sekolah tak peduli. Â Mereka lebih tekun mencermati angka angka keuangan daripada memikirkan kemajuan sekolah.Â
Kepala sekolah sekarang juga banyak yang diam diam membelinya. Â Ada pula unsur politik nya.Â
Masih berharap pendidikan maju jika kepala sekolah nya hasil dari perselingkuhan?Â
Ubah pola perekrutan kepala sekolah, Â baru bicara mutu sekolah.Â