Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Worklife

[CHSG 2] Kepala Sekolah Kok Gitu

7 Januari 2019   10:54 Diperbarui: 7 Januari 2019   12:15 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan mutu sekolah bukan di tangan seorang Menteri Pendidikan, apalagi di tangan presiden.  Mutu pendidikan itu ada di tangan seorang kepala sekolah. 

Sekolah yang bagus pasti dipimpin oleh kepala sekolah yang bagus pula.  Demikian juga sebaliknya,  kepala sekolah yang jelek akan membuat sekolah jelek. Jadi, jangan tanya sekolah jelek ke kepala dinas,  cukup ke kepala sekolah saja. 

Persoalan nya,  kepala sekolah diangkat bukan berdasarkan kemampuan.   Ketika zaman order baru,  selalu berdasarkan kedekatan.   

Untuk menjadi kepala sekolah,  ada persyaratan harus sudah pernah menjadi wakil kepala sekolah dan guru yang menjadi wakil,  sudah dapat dipastikan guru penjilat kepada kepala sekolah.   Tak mungkin  guru kritis diangkat (wakil ditunjuk kepala sekolah)  oleh kepala sekolah sebagai wakilnya.  

Maka kepala sekolah sudah dari awalnya terbibit dari para penjilat,  maka jangan berharap kepada mereka terjadi perbaikan di dunia pendidikan.   Kerja mereka cukup menjilat atasan nya,  maka akan aman kursi empuknya. 

Kadang ada kepala sekolah yang bagus.   Rata-rata mereka yang menjadi kepala sekolah karena juara guru berprestasi.   Dulu Waktu kejuaraan guru berprestasi masih bersih dari jual beli. 

Kepala sekolah pertama cukup bagus.   Kepala sekolah kedua,  brengseknya setengah mati. Hampir semua uang hasil iuran dia embat semua.   Kebetulan dia hampir pensiun.   Ada istilah populer untuk menjuluki kepala sekolah yang tinggal hitungan tahun lagi pensiun sebagai "kapal keruk". Karena semua yang akan dikeruk dan dimasukkan ke dalam kantong pribadi nya. 

Jangan tanya kurikulum. Banyak kepala sekolah tak peduli.   Mereka lebih tekun mencermati angka angka keuangan daripada memikirkan kemajuan sekolah. 

Kepala sekolah sekarang juga banyak yang diam diam membelinya.   Ada pula unsur politik nya. 

Masih berharap pendidikan maju jika kepala sekolah nya hasil dari perselingkuhan? 

Ubah pola perekrutan kepala sekolah,  baru bicara mutu sekolah. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun