Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Catatan Harian Seorang Guru (1)

6 Januari 2019   16:56 Diperbarui: 6 Januari 2019   17:01 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Teman (dokpri)

Dua puluh lima tahun sudah,  aku menekuni karier sebagai seorang guru.   Dua tahun di sekolah swasta dan dua puluh tiga tahun sebagai guru di sekolah negeri. 

Perjalanan yang penuh liku.   Perjalanan yang terkadang menanjak,  juga menurun.   Terkadang juga datar datar saja. 

Tak ada detik yang dicipta percuma.   Setiap waktu membawa makna.   Setiap waktu adalah kita. 

Menuliskan sebuah perjalanan bukan sesuatu yang mudah.   Akan tetapi,  tanpa ditulis,  seakan perjalanan kita lewati begitu saja. 

Maka,  mulai hari ini,  detik ini,  aku akan mencoba mengingat apa yang aku punya.   Untuk ditulis sekadar sebagai catatan harian.   Yang mungkin hanya sebagai upaya agar tidak lupa.   Kalau ada makna,  semoga bisa  bermanfaat untuk siapa saja. 

Perjalanan ku pertama sebagian guru di sekolah swasta karena tetangga meminta ku membantu usaha nya mendirikan sekolah baru.   Di daerah Kalimalang.   Hanya ada 24 siswa dalam satu kelas.  Dan memang hanya satu kelas. 

Seperti banyak sekolah swasta waktu itu.   Sekolah swasta tempat pertama aku mengajar juga dikelola asal asalan.   Gurunya asal mau mengajar walau bukan sarjana pendidikan. 

Wajah wajah peserta didiknya juga wajah memelas.  Anak anak dari keluarga miskin yang memang bodoh.   Ada satu dua anak yang agak bisa.  Tapi tetap masih di bawah rata rata. 

Mereka mungkin  bisa masuk sekolah negeri jika orang tua mampu memberikan sedikit uang untuk ikut bimbel.  Tapi,  orang tua mereka memang orang miskin,  yang penghasilan nya hanya cukup untuk makan belaka.  Bimbel tak pernah mereka impikan. 

Karena hanya dapat ilmu dari guru kelas di SD,  yang gurunya juga lebih sering duduk ngerumpi di ruang guru daripada membimbing siswanya di kelas,  maka pengetahuan mereka tak cukup untuk bisa masuk sekolah negeri. 

Waktu itu memang belum ada sertifikasi guru.   Penghasilan guru masih kalah jauh banget dari penghasilan bekas muridnya yang bekerja di,  misalnya saja Astra. Jadi wajar jika guru yang memang hanya sebagai profesi buangan,  lebih suka duduk di ruang guru atau ngurus cucian di rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun