Dia dokter gigi. Â Tapi malah lebih dikenal sebagai penulis buku.
Buku pertama yang ditulisnya langsung "best seller". Â Tentu mengagetkan para kritikus sastra. Â Karena dokter gigi itu justru menulis buku novel.
Pujian bertebaran ke mana mana. Â Hampir tak ada halaman sastra di koran nasional atau koran lokal yang tak menulis ulasan tentang bukunya.
Tak berapa lama, buku itu pun difilmkan. Â Seperti bukunya yang langsung sampai ke cetakan 25 dalam hitungan waktu tak sampai setahun, filmnya juga langsung menduduki posisi sebagai film terlaris walau baru tayang dua hari.
Karcis tak bisa diperoleh kalau kamu coba beli di tempat. Â Kamu mesti pesan bahkan ada yang memesannya sebelum film jadi.
Gile kan?
Perempuan dokter gigi yang juga lebih dikenal sebagai penulis buku itu pun semakin berkibar. Â Dan setelah buku pertama, muncul buku kedua, ketiga, keempat, bahkan sekarang sedang menggarap bukunya yang ke-30.
Kritikus sudah kehabisan kata kata pujian. Â Para pembenci kehilangan kata untuk memaki. Â Semua larut dalam kekaguman yang sangat dalam.
Buku kedua difilmkan. Â Laris manis. Bahkan penonton berlipat dari film perdana. Â Film ketiga jangan kamu tanya, karena kamu pasti akan pingsan saat mendengar jawaban.
Perempuan Penulis buku yang juga seorang dokter gigi itu selalu tersenyum bangga.
"Terimakasih, Pak," kata perempuan penulis buku sambil bergelayutan manja kepada papanya.