Waktu ada demo susu menjelang reformasi yang dilakukan perempuan, mereka dan orang di luar mereka tak ada yang menyebutnya sebagai emak-emak.
Karena politik yang dilakukan kaum perempuan itu adalah politik kesadaran akan peran penting perempuan dalam politik perubahan sebuah negeri. Â Dan memang lebih pas disebut politik perempuan.
Lalu, di 2018 ini muncul hal serupa tapi tak sama. Â Ada dua kelompok emak-emak (sayang sekali untuk menyebutnya perempuan, karena mereka dan di luar mereka lebih senang dengan istilah emak emak) yang sedang dipertarungkan.
Ada kelompok pendukung Prabowo, yang meminta Jokowi mundur dengan alasan ekonomi emak-emak. Â Di sisi lain, ada kelompok emak emak pendukung Jokowi yang mendukung Jokowi 2 periode.
Yang dulu dan sekarang, dilakukan oleh makhluk dengan jenis kelamin yang sama. Â Tapi, ada perbedaan mendasar di antara keduanya.
Dulu, demo perempuan yang berjuang atas dasar landasan yang ideologis. Â Bukan karena perempuan sebagai jenis kelamin. Â Mereka berjuang berlandaskan kesadaran akan berartinya perempuan dalam mengubah politik yang mafiatistik.
Sekarang, emak emak berdemo demi kepentingan politis kekuasaan pihak lain. Â Demo emak emak yang istilah pun mencerminkan kampungan dan tak berkesadaran.
Ada kemunduran yang sangat. Â Akankah gerakan perempuan berkesadaran akan berubah menjadi gerakan emak emak kampungan berpolitik kekuasaan rendahan?