Tembang memang sudah begitu membudaya di negeri ini sejak lama. Â Melalui tembang, yang kadang sudah didendangkan seorang ibu sejak seorang anak masih dalam perutnya. Â Kasih yang dilantunkan melalui tembang seorang ibu, akan menyusup dalam sanubari si jabang bayi.
Bukan hanya kasih sayang yang mengalir melalui lantunan tembang seorang ibu, tapi juga nilai moral. Nilai nilai agama menjadi begitu lembut jika dibungkus dalam tembang.
Bukan hanya bayi dan anak anak, tembang juga menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk orang orang dewasa. Â Mereka berkumpul dan mendendangkan tembang.
Lir Ilir merupakan tembang gubahan salah satu Walisongo yang hingga kini terus disukai. Â Banyak ajaran moral yang bisa masuk dalam sanubari dengan lembut melalui "lir ilir".
Saat menjelang solat juga biasanya kita akan mendengarkan solawat nabi yang ditembangkan dengan baik. Â Solawat yang juga disisipi ajaran moral dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat menjadikan dendangan solawat mampu membangun kan jiwa jiwa yang lama tertidur.
Dalam kultur Jawa atau pesantren an, kita juga sering mendengar istilah syiiran atau mungkin dalam bahasa aslinya syairan. Â Syair syair ditembangkan bersama sama. Â Lantunan nya akan menggema dan syahdu.
Banyak yang larut jiwanya saat mendengar dan mengikuti syiiran tersebut. Â Dan syiiran Gus Dur lamat lamat aku dengar dan mengingatkan saya agar tetap memahami agama yang tak terkungkung pada teks. Â Ada nilai nilai batin yang dikandung dalam setiap teks.
Nilai batin yang menjunjung kemanusiaan. Â Nilai batin yang menjadi pancaran keilahian.
Beragama yang menukik ke balik teks akan menjadi sikap beragama yang toleran dan tidak mudah mengkafir kafirkan liyan. Â Karena kafirnya sendiri selalu diperhatikan dan diwaspadai.
Beragama secara hakikat. Â Dan syiiran Gus Dur. Akan selalu mengingatkan ku sampai kapan pun untuk beragama dengan menukik ke balik teks.