Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anjing Bermata Satu

14 Maret 2018   19:58 Diperbarui: 14 Maret 2018   20:12 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap aku pengin keluar rumah saat malam, selalu saja aku menjumpai anjing itu di ujung gang.  Matanya seram.  Anjing itu memiliki mata hanya satu.  Tapi bukan mata yang satu itu yang menyeramkan.  Yang menyeramkan justru ada di kelopak mata yang matanya sudah tak ada.  Kadang-kadang seperti muncul sebuah lubang yang sangat dalam di kelopak mata yang tersebut.  

"Kalau melihatnya agak lama, maka kau akan tersedot ke dalamnya," kata Kang Suryo, hansip yang sering ketemu anjing saat keliling perumahan.

Benar.  Aku pernah mencoba menatap mata butanya.  Dan pelan-pelan aku melayang.  Seperti memasuki lorong panjang yang gelap;  Gelap sekali.  Perasaan aku juga langsung nyungsruk menjadi sedih sesedih sedihnya.

Untung Harno, temanku yang sedang lewat memanggilku dan aku langsung terlontar dari lorong gelap mata anjing itu.

Anjing itu bukan milik orang di lingkunganku.  Anjing itu anjing liar.  Entah dia tinggal di mana.  Kalau siang tak pernah terlihat.  Hanya saat malam tiba.  Apalagi kalau gerimis.  Anjing itu pasti datang.  

Kadang kadang ia cuma lewat.  Kadang kadang ia nongkrong cukup lama di ujung gang.

Kehadiran anjing bermata satu jelas meneror orang-orang di lingkunaganku.  Tapi, tak ada yang berani mengusiknya.  Tak ada yang berani memulai.  Sehingga, kami hanya bisa menyimpan waktu untuk suatu saat beramai-ramai menghabisinya.

Anjing bermata satu memang seperti hendak melampiaskan dendam.  Dari mata satunya yang seperti lorong gelap dan di dalamnya penuh lolongan pedih itu, sudah bisa dipastika, anjing bermata satu memang sedang hendak melampiaskan dendam.

Sebentar lagi pilkada.  Dan suhu politik mulai panas. Mulai ada desas desus bahwa anjing bermata satu merupakan utusan calon tertentu yang tidak senang kepada orang-orang di lingkungan kami yang tak mau ribet dengan politik.  Dan warga mulai menyusun strategi untuk menghabisi anjing bermata satu yang telah menjadi mata mata dan peneror itu.

Ketika malam, beberapa pemuda siap di ujung gang menanti kemunculan anjing bermata satu.  Tapi, anehnya sampai malam, bahkan sampai besok paginya, walau pun malam hujan deras, anjing bermata satu tak muncul.  Malam berikutnya juga tak muncul.  Malam berikutnya lagi juga tak muncul.  Sampai cerpen ini ditulis, anjing bermata satu belum juga muncul.

Karena capai menunggu anjing bermata satu muncul, aku tulis saja cerpen ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun