Laki-laki itu masih berdiri di tempat itu. Â Ada tempat duduk kosong, tapi laki laki itu tetap berdiri. Â Matanya menatap tajam. Â Tapi, kosong. Â Seperti sebuah tatapan jauh entah ke dunia mana.
Ini hari terakhir untuk menunggu. Â Laki-laki itu yakin jika dia akan datang menemui. Â Akan datang. Â Pasti datang.
"Tak mungkin dia berkhianat," mungkin kata kata itu yang dalam pikiran laki-laki itu.
Beberapa kali tampak laki laki itu melihat jam tangannya. Â Agak gelisah. Â Tapi, masih ada harapan di sudut matanya. Â Walau tinggal secuil. Â Dan laki-laki itu tetap mencoba mempertahankannya.
"Kamu memang laki-laki paling setia," kata teman sekantor laki-laki itu saat tahu kalau laki-laki itu masih setia menunggu dia.
Laki-laki tersenyum sambil menikmati pujian temannya dengan bangga.
"Kuharap dia tahu kalau kau masih setia menunggu," kata temannya lagi sambil mengedipkan mata pada teman lain seperti sedang meledek laki-laki itu. Â Laki-laki itu tak tahu. Â Dan laki-laki itu hanya mendengar kata-kata temannya itu. Â Dan laki-laki itu kembali bangga pada kesetiaan yang selalu dijaganya.
Dan sore ini merupakan hari terakhir. Â Dan laki-laki itu adalah laki-laki terakhir. Â Sebelumnya juga ada laki-laki yang berhari-hari menunggu di situ. Â Dan selalu berakhir dengan kecewa. Â Karena yang ditunggu tak pernah kembali. Â Dan selalu berakhir dengan berita yang sama, "Ada laki-laki tertabrak kereta".
Saya sendiri tak ingin membuka koran hari ini. Â Karena berita itu akan berulang. Â Karena laki-laki itu tak lagi berada di tempatnya. Â Tempat itu kosong. Â Hanya bekas puntung rokok dari laki-laki terakhir sepertinya belum sempat disapu oleh pesuruh stasiun.