Senja masih seperti biasa. Â Menghias bibirnya dengan warna jingga. Â Dan selalu tersenyum menggoda setiap laki-laki yang meliriknya. Â Dan di bawah rindu yang tak tertahankan Kang Bejo duduk di bawah rindangnya pohon rambutan.
Sudah seminggu lebi, kata tetangganya Kang Bejo, kalau Kang Bejo suka melamun sendirian di bawah pohon rambutan sambil menikmati senja seperti sedang melihat bidadari yang mandi telanjang di sungai paling jernih. Â Kadang-kadang lalat yang terbang sembarangan nyaris tertangkap gerak lamban mulut Kang Bejo yang terlihat komat kamit seperti sedang melafalkan mantra paling kondang yang pernah dilatihkan Mbah Dokan sebagai mantra pemikat wanita paling ampuh sepanjang masa.
"Ngapa, Jo?" tanya Kang Ripin sambil ikut duduk dan melihat ke arah mata Kang Bejo mendaratkan pandangan matanya.
"Pengin ketemu Tram," jawab Kang Bejo sambil matanya terus memandang lurus entah ke apa.
"Waras kowe, Jo?" Kang Ripin memegang jidat Kang Bejo.
Kang Bejo yang dipegang jidatnya seperti tak peduli apa-apa. Â Matanya tetap lurus tegak ke Pelangi. Â Dan tubuhnya seperti tubuh kosong tanpa isi. Â Seperti tubuh batang pisang.
"Inyong pengin ketemu Tram," kata Kang Bejo yang lebih tepat disebut igau.
Kang Ripin bingung dewek dadine. Â Plingak plinguk ora genah. Â Eh, maksudnya, Kang Ripin jadi kebingungan sendiri. Â maksud hati mau godain Bejo, eh, malah Bejo yang berhasil membingunkan Kang Ripin.
"Birin, mene!" panggil Kang Ripin.
"Ana apa, kiye?" tanya Birin bingung.
"Kamu tahu, gak, maksudnya eh, namanya Tram itu siapa?" tanya Kang Ripin.