Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(RTC) Membunuh Kakek Novanto

15 November 2017   08:55 Diperbarui: 15 November 2017   09:04 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mengendap-endap sambil terus waspada.  Tak ada siapa-siapa.  Saya raba pisau yang sudah terasah tajam yang saya selipkan di pinggang.  Masih ada.  

Rasa ragu masih mencoba mendesak-desak masuk ke dalam hati.  Saya coba buang jauh-jauh.  Sambil meyakin-yakinkan diri bahwa tindakan ini adalah sebuah perjuangan.  Perjuangan!

Kalian mungkin akan mengutuk saya, karena kalian tidak tahu siapa Kakek Novanto.  Dia kakek saya sendiri.  Dari ibu.  Tapi prilakunya tidak mencerminkan seorang kakek.  Apalagi kalau bicara harta.  Dia kumpulkan harta dengan gigih.  Gigih banget.  Tapi, dia juga mempertahankan setiap perak hartanya dengan gigih pula.

Ibu saya merupakan anak perempuan satu-satunya.  Tak p[ernah mengenyam pendidikan hingga SMA.  Setelah tamat SMP, langsung dikawinkan.  Hanya karena kakek tak mau kehilangan duitnya untuk menyekolahkan ibu.

Suka kawin?  Iya banget.  Tak perlu kamu hitung dengan jari.  Tak cukup jarimu untuk menghitung bini dan mantan dan mantan bini kakek.  Mungkin dia malah sudah lupa, sekarang punya bini berapa.  Karena terlalu banyak.  Ada yang nenek, ada juga yang baru tamat SMA.

Gila kan?

Bukan hanya itu.  Sekarang Kakek saya itu malah hendak menyingkirkan saya sebagai cucunya dari dunia ini.  Hanya karena saya sering menentang kebejatan moralnya.  Kemarin malam ada lima orang menghadang jalanku.  Menghajarku hingga bapak belur.  Lalu ditinggalkan di pinggir jalan.

Oleh karena itulah, malam ini saya ingin menghabisi kakek.

Malam semakin larut.  Di rumah kakek masih ramai.  Sepertinya ada rapat.  Saya tak tahu kalau malam ini ada rapat di rumah kakek.  Tak pernah saya dengar, kalau kakek suka mengadakan rapat.

Dari celah-celah jendela, saya coba melihat orang-orang yang ada di dalam rumah kakek.  Hatiku nyaris copot.  Semua laki-laki yang ada di rumah kakek ternyata memiliki wajah sama.  Semua wajah kakek.  Mereka tertawa juga sama persis dengan tertawa kakek.  Kok bisa?

Saya coba pejamkan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun