Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Menghina Siapa pun

10 Oktober 2017   07:33 Diperbarui: 10 Oktober 2017   08:25 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://bantoelcell.blogspot.co.id

Zaman Pak Harto, pejabat pemerintah selalu bilang, "Silaken mengkritik asal kritik yang membangun."

Kalau Anda berpikir keras sekali pun, Anda pasti masih kebingungan memahami maksud dari pernyataan tersebut.  Memang ada, kritik yang membangun?  Tak ada, kan?  Semua kritik memang bertujuan untuk menjatuhkan.  Dan biasanya, kritik akan disampaikan oleh pihak lawan terhadap lawannya.  

Semua orang punya kelebihan dan kelemahan.

Kritik seorang lawan, bukan musuh, lawan juga bisa seorang teman berdebat, biasanya akan ditujukan kepada titik lemah sang lawan.  Lucu juga, kalau kritik ditembakkan kepada kelebihan lawan, memang.  Tapi, kadang ada, karena kebodohan si pengkritik sehingga kritik akan berpaling kepada dirinya, semisal bumerang yang akan bisa berbalik melukai diri si pelesat.

Menjatuhkan?

Sudah pasti.  Persoalan lawan akan jatuh atau semakin hebat dan kuat setelah dikritik, itu persoalan lain.  Krtik tidak selalu berujung pada kejatuhan pihak lawan.  Lawan yang hebat akan mempelajari kritik lawan dengan teliti.  Sehingga sang lawan justru menjadi kuat berkat kritik lawannya.  Maka, kita tidak perlu alergi dengan kritik.  Karena kritik bisa bermata dua. Bergantung pada diri kita.  Memiliki ketahanan atau hanya bermental pecundang.  Mungkin ini yang dimaksud dengan "kritik memebangun" ala pejabat Orba.

Padahal maksud kritik membangun mungkin terbalik.  Bukan kritik membangun, akan tetapi membangun dengan kritik.  Di sini subjek dihargai.  Subjek yang dikritik yang menentukan apakah dia akan mempergunakan setiap klritik yang melesat ke arah dirinya sebagai sebuah sarana mempertebal atau mengurangi kelemahan yang selama ini ada, atau akan terpuruk di kaki si pengkritik.  Orang-orang atau pemimpin hebat selalu memanfaatkan kritik sebagai jembatan untuk menjadi lebih baik.

Persoalannya, sekarang ini lebih banyak penghina daripada pengkritik.  Apalagi di medsos.  Penghina-penghina itu memilukan.  Galak di medsos tapi langsung mengkeret kalau tertangkap.  Bisa berkaca pada Jonru atau penghina yang baru saja tertangkap di Jawa Timur, juga mereka yang bergerombol di kelompok Saracen.  Mereka adalah barisan para penghina.

Apa beda penghina dengan para pengkritik?

Para pengkritik adalah orang-orang hebat.  Mereka adalah manusia-manusia kritis.  Bukan orang biasa.  Kritikus dalam bidang ekonomi, akan mampu melihat kelemahan, bahkan terkadang begitu mendasar, kesalahan atau kekeliruan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan jajarannya.  Kalau bukan orang hebat atau ahli ekonomi, tak mungkin mereka melakukan itu.

Di bidang lain tak kalah banyaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun